Selasa, 17 Mei 2016

ASKEP DM


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
 
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) dikenal sebagai penyakit guna atau kencing manis. Diabetes ini merupakan penyakit serius dan paling sering terjadi dan diderita. Banyaknya penderita diabetes dikarenakan gaya hidup masyarakat yang tidak memperhatikan pola hidup sehat, seperti mengkonsumsi gizi seimbang dan berolahraga yang cukup.
Diabetes merupakan penyakit dimana kadar gula dalam darah seseorang melebihi batas normal sehingga seseorang harus mengontrol dan diet makanan agar kadar gula tetap normal dan tidak menimbulkan komplikasi. Jika penderita diabetes tidak mampu mengontrol kadar gula dalam darah dapat terjadi komplikasi seperti stroke, gagal ginjal, jantung, kebutaan dan bahkan harus menjalani amputasi jika ada anggota badan yang menderita luka yang tak kunjung sembuh.
Menurut survei organisasi kesehatan sedunia (WHO) terjadi peningkatan jumlah DM di Jakarta dari 1,7 persen pada tahun 1981 menjadi 5,7 persen pada tahun 1993. Jumlah penderita DM di Indonesia sekitar 17 Juta orang (816 persen dari jumlah penduduk) atau menduduki urutan terbesar ke-4 setelah India, Cina dan Amerika Serikat (AS).
International Diabetic Federation (IDF) mengestimasikan bahwa jumlah penduduk Indonesia usia 20 tahun ke atas menderita DM sebanyak 5,6 juta orang pada tahun 2001 dan akan meningkat menjadi 8,2 juta pada 2020, sedang survei Depkes 2001 terdapat 7,5 persen penduduk Jawa dan Bali menderita DM. Data Depkes menyebutkan jumlah penderita DM yang menjalani rawat inap dan jalan menduduki urutan ke-1 di rumah sakit dari keseluruhan pasien penyakit dalam (Health, Kami s9 Juni 2005).
Masalah ini akan membawa dampak yang besar baik terhadap penderita, keluarga karena memerlukan perawatan yang lama, biaya yang tidak sedikit dan resiko terjadinya gangren dan amputasi yang cukup besar. Karena itu diperlukan penanganan yang baik terhadap penyakit ini.
Peran perawat profesional sangat diperlukan untuk membantu dan memberikan pelayanan dan perawatan sebaik mungkin untuk mencapai kondisi yang optimal dengan memberikan penyuluhan tentang pengontrolan agar kadar gula darah tetap stabil, yaitu dengan diit, aktivitas dan latihan serta obat. Pada pasien dengan DM perawatan tidak hanya terhadap penyakitnya tapi jika perlu memberikan perhatian pada status psikologis dan emosi penderita.

B.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Menambah dan memperdalam pengetahuan tentang proses perawatan pada pasien dengan Diabetes Mellitus.
2.      Mengamati dan menerapkan asuhan keperawatan secara nyata pada pasien dengan DM.
3.      Meningkatkan kemampuan perawat dalam menjalin hubungan yang terapeutik dengan pasien dan keluarga.

C.    Metode Penulisan
Adapun metode penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
  1. Studi kepustakaan
Yaitu dengan mempelajari buku-buku referensi yang berhubungan dengan DM.
  1. Internet
Yaitu mengambil bahan-bahan dan data yang berhubungan dengan DM.
  1. Studi kasus
Yaitu dengan melakukan pengamatan langsung kepada klien dengan Post op Debridement atas indikasi Ulcus Diabeticum.
  1. Wawancara langsung
Melakukan wawancara pada klien dengan Post Debridement yang disebabkan karena Ulcus Diabeticum.

D.    Sistematika Penulisan
Penulisan makalah ini diawali dengan kata pengantar, daftar isi kemudian dilanjutkan dengan Bab I, yaitu: pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan, lalu Bab II yaitu tinjauan teoritis yang terdiri dari konsep medik (berupa definisi, klasifikasi, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, test diagnostik, terapi dan pengelolaan medik) dan konsep asuhan keperawatan (berisi pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, dan perencanaan pulang) serta patoflowdiagram. Kemudian dilakukan dengan Bab II, yaitu pengamatan kasus yang berisi pengkajian, analisa data, rumusan diagnosa keperawatan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan, lalu Bab IV pembahasan kasus, Bab V Kesimpulan dan diakhiri dengan daftar pustaka.



BAB II
TINJAUAN TEORITIS


B. konsep 

  1. Definisi
·         Diabetes Mellitus merupakan suatu sindrom yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara persediaan dan penggunaan insulin (Joyce M. Black, Medical Surgical Nursing, 1998, hal 1775)
·         Diabetes Mellitus adalah sekumpulan penyakit genetik dan gangguan heterogen yang secara khusus ditandai dengan ketidaknormalan dalam keseimbangan kadar glukosa yaitu hiperglikemia (Lewis, 2000, Medical Surgical Nursing, 2000, hal 1367).
·         Ulcus adalah kerusakan bentuk jaringan yang disebabkan karena nekrosis jaringan, termasuk kehilangan bagian dermis (Luckmann and Sorensen’s, Medical Surgical Nursing, hal 1738).

  1. Klasifikasi
Menurut American Diabetic Association (ADA) tahun 1997.
a.       DM Tipe I (IDDM/Insulin Dependent Diabetes Mellitus).
Yaitu diabetes yang tergantung insulin dimana sel-sel b pankreas yang memproduksi insulin yang dalam keadaan normal dihancurkan oleh suatu proses autoimun, sehingga glukosa yang harusnya ditangkap oleh sel untuk dimetabolisme tidak dapat masuk karena tidak ada insulin.
Dapat terjadi pada semua usia, bila terjadi pada anak-anak sering disebut dengan istilah Juvenille diabetes. DM tipe ini BB klien biasanya turun, klien telah mengalami tanda dan gejala yang berhubungan dengan insulinopenia (kekurangan insulin) sebelum usia 30 tahun. Biasanya pada pemeriksaan urine akan didapat hasil keton positif terkandung dalam urine, dan glukosa positif. Klien sangat tergantung pada terapi insulin untuk dapat tetap hidup, karena bila tidak klien akan sangat beresiko untuk terjadinya ketoasidosis.


b.      DM Tipe II (NIDDM/Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Pankreas kurang mampu mensintesa dan melepaskan insulin jumlah sekresi insulin mencukupi tetapi jumlah yang disekresi tidak seimbang dengan jumlah yang dibutuhkan, situasi ini menyebabkan produksi insulin menurun. Biasanya diagnosa ditemukan pada klien usia lebih dari 30 tahun, kadar dengan obesitas, pada kasus DM tipe ini umumnya tidak terjadi ketoasidosis. Walaupun tidak tergantung pada tambahan insulin dari luar, namun klien mungkin memerlukannya untuk mempertahankan kadar gula darah yang adekuat. Pada kasus ini biasanya terjadi resistensi terhadap kerja insulin normal, karena interaksi insulin dengan reseptor insulin pada sel kurang efektif, sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel.
c.       Gangguan toleransi glukosa
Kadar glukosa dalam darah lebih tinggi daripada normal tetapi bukan untuk menegakkan diagnosa DM. Perubahan glukosa dalam 2 hari gula darah > 140 mg/dl dan < 200 mg/dl.
d.      Gangguan glukosa darah puasa
Glukosa darah puasa > 110 mg/dl dan < 126 mg/dl.
e.       Gestational DM
Merupakan intoleransi glukosa yang mulai timbul/diketahui sewaktu pasien hamil, karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon disertai penuh metaboliknya terhadap toleransi glukosa. Pasien-pasien yang mempunyai predisposisi diabetes mungkin akan memperlihatkan intoleransi glukosa atau manifestasi klinis diabetes pada kehamilan.

  1. Anatomi Fisiologi
Pankreas merupakan salah satu bagian dari sistem endokrin yang terletak di abdomen bagian tengah dan di belakang lambung, di depan betgrae lumbal pertama (L1), panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 6 cm, mulai dari duodenum sampai limpa, beratnya 60-90 gram terdiri 3 bagian:
a.       Kepala pankreas (kaput) terletak di sebelah kanan abdomen di dalam pada bagian cekung duodenum.
b.      Badan pankreas (korpus) merupakan bagian utama pankreas yang terletak di belakang lambung di depan vertebra lumbalis pertama.
c.       Bagian ekor (kauda) merupakan bagian runcing yang terletak di sebelah kiri abdomen dan menyentuh limpa.
Pankreas merupakan kelenjar kompleks tubulo alveolar, secara keseluruhan pankreas menyerupai setangkai anggur. Cabang-cabangnya merupakan saluran bermuara pada duktus pankreaticus utama menjadi ductus koleductus yang diteruskan ke duodenum di bawah pilorus pancreatus disebut juga sebagai organ lengkap yang mempunyai 2 fungsi yaitu:
-          Fungsi eksokrin yang mensekresi enzim pancreatin untuk pencernaan
-          Fungsi endokrin mempunyai 3 jenis sel antara lain:
1)      Sel a (alpha) : mensekresi glukagon untuk meningkatkan glukosa darah.
2)      Sel b (beta) : mensekresi insulin yakni hormon insulin untuk mengatur metabolisme protein, lemak, karbohidrat dengan cara meningkatkan permeabilitas sel, yang diberikan dengan suatu reseptor tertentu pada membran sel, sehingga karbohidrat, protein, dan lemak dapat masuk ke dalam sel.
3)      Sel D (delta) : mensekresi somastatin dan gastrin.
Sel b langerhans akan mengeluarkan hormon insulin yang berfungsi:
-          Menghentikan pemecahan glikogen menjadi glukosa.
-          Memacu glukosa masuk ke dalam sel.
-          Memacu enzim yang mengubah glukosa menjadi glikoden dan lemak.
Sedangkan sel a mengeluarkan glukosa yang bekerja kebalikan dengan insulin. Glukagon berfungsi meningkatkan pemecahan glikogen menjadi glukosa (glukogenolisis) dan meningkatkan proses glukoneogenesis.
Pada orang dengan metabolisme normal mampu mempertahankan kadar glukosa darah antara 70-110 mg/dl. Pada orang non diabetik glukosa dapat meningkat antara 120-140 mg/dl setelah makan. Namun hal ini akan kembali normal dengan cepat. Glukosa yang lebih akan disimpan dalam bentuk glikogen di hati dan di otoot. ( Diambil dari: Donna Ignatavicius,Medical Surgical Nursing )
 
  1. Etiologi
a.       DM tipe I (Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM)
Pada kasus ini : faktor genetik, autoimun dan lingkungan dijadikan sebagai etiologi utama.
·         Faktor genetik
Pada pemeriksaan kromosom DNA pasien dengan DM tipe I akan ditemukan adanya HLA-DR3 dan HLA-DR4, karena HLA merupakan penanda (marker) yang terdapat dalam tubuh apakah seseorang mempunyai penyakit keturunan yang dibawa/tidak.
·         Faktor autoimun
Terjadi respon abnormal antibodi yang terjadi pada sel-sel pankreas dimana tubuh mengeluarkan antibodi untuk menyerang sel-sel yang dianggap asing, padahal sel yang diserang tersebut merupakan sel normal tubuh sendiri.
·         Faktor lingkungan
Virus yang menyerang pankreas dapat mengakibatkan pankreas tidak mampu untuk menjalankan tugasnya.
b.      DM Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus/NIDDM)
-          Usia
-          Obesitas
-          Kurang aktivitas
-          Gaya hidup
-          stress

  1. Patofisiologi
      Insulin merupakan hormon yang dihasilkan oleh sel beta pada pulau langerhans di pankreas. DM tipe I (IDDM) adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju pada proses bertahap kerusakan. Gejala kerusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin yaitu kerusakan sel langerhans sehingga terjadi penurunan sekresi/defisiensi insulin sehingga metabolisme insulin menjadi terganggu. Dan pada DM tipe II (NIDDM) disebabkan oleh faktor genetik, obesitas, stres, faktor lingkungan, gaya hidup dan kurang aktivitas, hal ini dapat menyebabkan resistensi insulin sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga terjadilah hiperglikemia.
Keadaan hiperglikemia menyebutkan tekanan ekstrasel meningkat, peningkatan tekanan ini menyebutkan cairan dari intrasel ditarik ke dalam dan gangguan reabsorbsi pada ginjal sehingga kemampuan reabsorbsi melebihi batas ambang ginjal (yang normalnya adalah 125 ml/menit atau 180 liter/hari) dan akan tampak glukosuria, glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urine yang disertai dengan pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan, hal ini disebut diuresis osmotik oleh karena itu maka penderita akan merasa haus (polidipsi), dan banyak kencing (poliuria). Akibat fatal dari diuresis osmotik yaitu terjadi dehidrasi yang berlanjut dengan hipovolemik syok. Bila sudah terjadi dehidrasi akan timbul gejala antara lain kekurangan volume cairan, peningkatan suhu tubuh dan gangguan elektrolit. Suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan kejang, koma dan berakhir dengan kematian. 
      Karena sudah tidak menerima glukosa menyebabkan sel menjadi lapar dan terjadi poliphagia (banyak makan). Hal ini akan tetap berlangsung sampai jumlah insulin yang tersedia adekuat untuk membawa glukosa ke dalam sel. Saat sel tidak bisa mengambil glukosa sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi, cara lain yang dilakukan untuk menghasilkan energi salah satunya adalah dengan glikoneogenesis dengan mengoksidasi lemak. Dan pemecahan lemak ini sendiri pun tidak sempurna ditandai dengan mual, muntah, BB menurun, nyeri abdomen dan nafas bau aseton. Akibat dari pemecahan tidak sempurna maka asam lemak masuk ke dalam hati dan terjadi pembentukan badan keton yang mengganggu keseimbangan asam. Selanjutnya terjadi ketoasidosis yang menyebabkan koma, mengantuk, hiperventilasi yang merupakan usaha tubuh untuk mengatasi asidosis metabolik.
       Pemecahan lemak akan menyebabkan peningkatan asam lemak bebas dan dapat menimbulkan aterosklerosis yang memvasokonstriksi pembuluh darah yang membuat tahanan perifer meningkat, akhirnya terjadi peningkatan TD. 
        Aterosklerosis menyebabkan aliran darah ke seluruh tubuh terganggu, pada organ ginjal akan terlihat adanya proteinuria, hipertensi dapat mencetuskan hilangnya fungsi nefrin dan terjadi insufisiensi dengan akibat yang timbul berupa penyakit serebrovaskular, hipertensi, penyakit arteri koroner dan penyakit-penyakit vaskuler perifer. Aterosklerosis ini pun menyebabkan kerusakan pada pembuluh-pembuluh darah kapiler sehingga mengakibatkan perubahan-perubahan: nefropati, retinodiabetik neuropati sehingga terjadi perubahan pada ekstremitas bawah yang disebabkan oleh hilangnya fungsi saraf sensori. Akibat lain yaitu lamanya penyembuhan luka karena kurangnya sirkulasi oksigen dan ketidakmampuan fagositosis dari leukosit yang mengakibatkan gangren. 





  1. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang khas dari Diabetes Mellitus antara lain:
a.       Polidipsi: cenderung merasa haus.
b.      Poliuria: frekuensi dan jumlah kencing berlebihan terutama pada malam hari.
c.       Poliphagia: makan yang sering dan banyak
Tanda gejala yang lain adalah:
d.      Kelelahan, kelemahan
e.       Kesemutan, baal
f.       Penurunan BB, mual, muntah
g.      Kelainan kulit, gatal-gatal
h.      Luka sukar sembuh
i.        Pandangan kabur
j.        Infeksi kulit.

  1. Test Diagnostik
a.       Pemeriksaan laboratorium: darah
Jenis-jenis pemeriksaan gula darah, yaitu:
1)      GDS (Gula darah sewaktu)
2)      NPP (Nuchter Post Prandial), gula darah diperiksa 2 kali yaitu: sebelum dan sesudah dua jam setelah makan dengan tujuan menegakkan diagnosa dan dilakukan pada klien yang sama sekali belum diketahui adanya penyakit DM.
3)      KH (Kurve harian), gula darah diperiksa sebanyak 3 kali yaitu sebelum makan jam 11.00 dan jam 16.00 yang dilakukan secara periodik.
4)      GTT (Glukosa Toleransi Test), sebelum pemeriksaan dilakukan klien melaksanakan diet 150 gram karbohidrat perhari selama 3 hari. Jika GDS rendah, kemudian klien diberi minuman yang mengandung glukosa sebanyak 75 gram dan 2 jam kemudian darah diambil. Seseorang didiagnosa DM bila hasilnya > 200 mg/ul.
5)      Serum glukosa, bisa meningkat
6)      Keton plasma, biasanya (+)
7)      Elektrolit: sodium bisa naik atau normal, potasium normal/turun, phospor biasanya turun.
8)      AGD: terdapat asidosis metabolik yang dikompensasikan dengan nafas cepat (asidosis respiratori).
9)      Hb dan HT meningkat karena diuresis dan dehidrasi.
b.      Pemeriksaan urine
1)      Ketonurine: adanya keton dalam urine merupakan indikasi adanya ketoasidosis.
2)      Test fungsi ginjal: adanya protein dalam urine merupakan indikasi terjadi perubahan mikrovaskuler pada ginjal.
3)      Natrium dan kalium menurun karena diuresis. 

  1. Komplikasi
a.       Komplikasi akut
1)      Ketoasidosis diabetika
-          Pernafasan kusmaul (cepat dan dalam)
-          Penurunan tingkat kesadaran
-          Pernafasan bau aseton
2)      Hipoglikemi: berkeringat, gemetar, sakit kepala, palpitasi
3)      Hiperglikemia 

b.      Komplikasi kronik

1)      Mikroangiopati/mikrovaskuler
·         Neuropati, sering terjadi sebagai komplikasi dari diabetes, terjadi karena jaringan sudah tidak mendapat suplai darah yang memadai, jaringan sudah tidak mendapat difusi nutrisi dan oksigen. Ketika akson dan dendrit tidak mendapatkan makanan, maka transmisi dari rangsang melambat. Pada penderita Diabetes Mellitus dapat mengalami neuropati yang mempengaruhi sistem saraf otonom dan perifer.
Pada keadaan ini terjadi gastroparesis yaitu motilitas pencernaan yang lambat sehingga klien merasa penuh pada perut, kembung, diare, inkontinensia dan impotensi pada laki-laki.
·         Nefropati
Salah satu akibat dari mikroangiopati ini adalah terjadinya kerusakan dari glomerulus ginjal. Kerusakan dari glomerulus ini mengakibatkan perubahan patologis yang kompleks. Adanya protein dalam urine merupakan indikasi awal adanya penyakit pada ginjal.
·         Retinopati
Retina adalah salah satu struktur esensial dalam mata, mempunyai kebutuhan oksigen yang tinggi dari jaringan lain dalam tubuh, jika retina mengalami gangguan aliran darah dan oksigen maka dapat menyebabkan kerusakan pada retina. Katarak juga dapat terjadi yang disebabkan oleh adanya hiperglikemi yang berkepanjangan yang menyebabkan pembengkakan lensa dan kerusakan lensa.
2)      Makrovaskuler
·         Penyakit arteri koroner
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh arteri koroner menyebabkan peningkatan insiden infark miokard pada penderita diabetes. Pada penyakit diabetes terdapat peningkatan kecenderungan untuk mengalami komplikasi akibat infark miokard dan kecenderungan untuk mendapatkan serangan infark yang kedua. Salah satu ciri unik pada penyakit arteri koroner yang diderita oleh pasien-pasien diabetes adalah tidak terdapatnya gejala iskemik yang khas.
·         Penyakit serebrovaskuler
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau pembentukan embolus di tempat lain dalam sistem pembuluh darah sehingga terjepit dalam pembuluh darah serebral dapat menimbulkan iskemia sepintas (TIA = Transient Ischemic Attack) dan stroke. Penyakit serebrovaskuler pada pasien diabetes.
·         Penyakit vaskuler perifer
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada ekstremitas bawah merupakan penyebab meningkatnya insiden (dua atau tiga kali lebih tinggi dibandingkan pada pasien-pasien non diabetes) penyakit oklusif arteri perifer pada pasien-pasien diabetes. Tanda-tanda dan gejala penyakit vaskuler perifer dapat mencakup berkurangnya denyut nadi perifer dan klandikasio (nyeri pada pantat atau betis ketika berjalan).
·         Perubahan ekstremitas bawah
Perubahan-perubahan makrovaskuler dan neuropati semuanya menyebabkan perubahan-perubahan pada ekstremitas bawah. Perubahan yang terjadi karena hilangnya fungsi saraf-saraf sensorik. Keadaan ini berperan dalam terjadinya trauma minor dan tidak terdeteksinya infeksi yang dapat menyebabkan gangren.


  1. Penatalaksanaan Medik
a.       Aktivitas dan latihan yang berfungsi
-          Menurunkan kadar gula dalam darah akibat metabolisme yang meningkat.
-          Menurunkan B dan mempertahankan BB dalam keadaan normal.
-          Mempermudah transportasi glukosa untuk masuk ke dalam sel.
Yang perlu diperhatikan saat melakukan aktivitas latihan y aitu:
-          Jangan berolah raga bila kadar gula darah rendah.
-          Jangan menggunakan sepatu yang sempit
b.      Diit
-          Ditujukan untuk pengaturan jumlah kalori dan karbohidrat yang dimakan setiap hari, jumlah kalori yang dianjurkan tergantung pada kebutuhan tubuh untuk mempertahankan, mengurangi atau mencegah obesitas atau menambah glukosa.
-          Menjaga BB yang wajar/stabil
c.       Obat
-          Insulin: pemberian dosis insulin bervariasi sesuai dengan tinggi rendahnya gula darah, kebutuhan insulin biasanya meningkat pada klien yang mengalami penyakit serius, mendapat injeksi.
-          Obat antidiabetik oral: tablet diabetikum (obat golongan sulfonilerea, biquonid) tidak dapat dipakai pada klien dengan IDDM.

B.     Konsep Asuhan Keperawatan
  1. Pengkajian
a.       Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan.
Tipe I : 1) Riwayat keluarga penderita DM
2)  BB menurun
3)  Gejala pertama kali muncul
4)  Biasanya terjadi pada usia < 30 tahun
Tipe II: 1) Riwayat keluarga penderita DM
2)  Kemungkinan obesitas
3)  Gejala yang muncul secara bertahap
4)  Terjadi pada usia > 30 tahun

b.      Pola nutrisi metabolik
Tipe I :-  Polidipsi, polipagia, nausea
-  Perut tegang, bising usus berkurang
-  BB menurun
Tipe II: - Polidipsi, polipagia
-  Riwayat diet TKTP
-  Luka sulit sembuh, infeksi kulit
c.       Pola eliminasi
Tipe I :-  Poliuria
-  Dapat terjadi konstipasi/diare
-  Iritasi perineum
Tipe II: - Poliuria
-  Konstipasi/diare
-  Riwayat penggunaan obat diuretik
-  Infeksi vagina, infeksi kulit
d.      Pola aktivitas dan latihan
Tipe I :-  Keluhan lemas, cepat lelah
-  Riwayat latihan fisik tidak teratur
-  Tachicardia, pingsan
Tipe II: - Keluhan lemas bertahap dan cepat lelah
-  Riwayat latihan fisik tidak teratur
e.       Pola tidur dan istirahat
Tipe I dan tipe II: Gangguan tidur karena nocturia.
f.       Pola persepsi dan kognitif
Tipe I : Pusing, hipotensi
Tipe II: - Mengeluh gatal, akut UTI berulang, vaginitis berulang
-  Penglihatan kabur
-  Kram otot, kesemutan, nyeri abdomen
g.      Pola persepsi dan konsep diri
Tipe I dan II: -  Gangguan harga diri
     -  Gangguan peran
h.      Pola persen dan hubungan dengan sesama
-     Menjalin hubungan dengan sesama di lignkungan.
i.        Pola reproduksi dan seksualitas
-          Impotensi, infeksi vagina
-          Libido menurun
j.        Pola mekanisme
-          Depresi
-          Stres
k.      Pola nilai dan kepercayaan
-          Ketekunan dalam beragama

  1. Diagnosa Keperawatan
Pre Operasi
a.       Hiperglikemi berhubungan dengan ketidakadekuatan insulin.
b.      Kurang volume dan cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
c.       Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakadekuatan insulin, penurunan intake, mual, muntah.
d.      Intoleransi beraktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
e.       Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah.
f.       Kecemasan berhubungan dengan kondisi kesehatan, adanya ulkus, prosedur operasi dan kehilangan organ tubuh.
g.      Risti perubahan perfusi jaringan sistemik berhubungan dengan peningkatan tahanan pembuluh darah perifer, aterosklerosis.
h.      Risti perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran darah serebral yang disebabkan adanya aterosklerosis.

Post Operasi

a.       Risti hipoglikemi/hiperglikemi berhubungan dengan ketidakadekuatan insulin.
b.      Nyeri berhubungan dengan adanya ulkus.
c.       Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya ulkus.
d.      Intoleransi beraktivitas berhubungan dengan badan lemas, pusing, adanya ulkus.
e.       Risti terhadap infeksi berhubungan dengan adanya ulkus, glukosa darah yang tinggi.
f.       Ketidakefektifan regimen terapeutik tentang proses penyakit, pencegahan, pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
  1. Rencana Keperawatan
Pre Operasi
a.       DP.1. Hiperglikemi berhubungan dengan ketidakadekuatan insulin.
Hasil yang diharapkan:
-          Tidak terjadi hipoglikemi/hiperglikemi.
-          Kadar gula darah dalam batas normal (GDS < 140).
Intervensi:
1)      Amati dan kaji tanda dan gejala hipo/hiperglikemi: pucat, keringat dingin, sakit kepala, gemetaran.
Rasional:    Reaksi insulin dapat terjadi secara tiba-tiba yaitu hipo/hiperglikemi yang dapat berakibat fatal.
2)      Kaji membran mukosa yang kering, turgor kulit dan nyeri abdomen.
Rasional:    Hiperglikemi akan menyebabkan dehidrasi karena hiperosmolar.
3)      Monitor tingkat glukosa, kadar aseton dalam urine dan catat berat jenis urine setiap hari.
Rasional:    Untuk memonitor respon tubuh pasien.
4)      Beri dan pertahankan pemberian cairan melalui IV.
Rasional:    Cairan sebagai pengganti untuk mencegah peningkatan lebih lanjut kadar glukosa darah dan mengganti sodium pada ketoasidosis.
5)      Beri terapi medik sesuai program (insulin atau terapi oral).
Rasional:    Insulin akan meningkat pada sel yang menyebabkan penurunan glukoneogenesis.
6)      Kolaborasi cek gula darah setiap pemberian insulin atau pada waktu sudah ditentukan.
Rasional:    Sebagai data/indikasi pemberian terapi.

b.      DP.2. Kurang volume dan cairan tubuh berhubungan dengan diuresis osmotik.
Hasil yang diharapkan:
Hidrasi yang memadai yang ditandai dengan TTV stabil, turgor kulit baik, elastis, mukosa lembab.
Intervensi:
1)      Monitor tanda-tanda vital, perhatikan perubahan tekanan darah ostostatik.
Rasional:    Hipovolemik dapat diajukan dengan hipotensi dan takikardia.
2)      Kaji membran kulit/membran mukosa dan pengisian kapiler.
Rasional:    Mengetahui hidrasi dan sirkulasi tubuh yang adekuat.
3)      Kaji riwayat yang berhubungan dengan urine yang  berlebihan.
Rasional:    Menilai seluruh kekurangan volume dan gejala.
4)      Monitor dan catat intake dan output, cek keton dalam urine.
Rasional:    Untuk mengetahui ketidakseimbangan cairan di dalam tubuh.
5)      Pertahankan pemasukan cairan 2,5-3 liter/hari.
Rasional:    Memenuhi status cairan dalam tubuh.
6)      Kolaborasi dengan tim medik, pemeriksaan serum elektrolit dan terapi cairan intravena.
Rasional:    Mengidentifikasi adanya kekurangan elektrolit dan sebagai pemenuhan cairan yang keluar, mencegah terjadinya dehidrasi.

c.       DP.3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakadekuatan insulin, penurunan intake, mual, muntah.
Hasil yang diharapkan:
-          Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
-          BB dalam batas normal, kebutuhan kalori terpenuhi, hasil gula darah dalam batas normal.
Intervensi:
1)      Kaji pola makan (program diet yang dijalankan).
Rasional:    Menentukan tindakan selanjutnya,
2)      Timbang BB setiap 1 minggu sekali.
Rasional:    Mengetahui jumlah nutrisi yang baik.
3)      Pantau kadar gula darah.
Rasional:    Mengetahui tanda dini dan menghindari hipo/ hiperglikemi.
4)      Kaji dan catat keluhan mual klien.
Rasional:    Untuk mengetahui tingkat nafsu makan klien.
5)      Kolabroasi dengan dokter untuk pemberian terapi insulin.
Rasional:    Untuk menurunkan kadar gula darah.
6)      Kolaborasi dengan ahli gizi.
Rasional:    Bermanfaat dalam penghitungan dan penyesuaian diit untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.

d.      DP.4. Intoleransi beraktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Hasil yang diharapkan:
-          Klien dapat beraktivitas kembali secara mandiri.
Intervensi:
1)      Kaji tanda-tanda vital: TD, N, P, sebelum dan sesudah melakukan aktivitas.
Rasional:    Mengidentifikasi tingkat aktivitas yang dapat ditoleransi secara fisiologis.
2)      Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas daily living sesuai kemampuan.
Rasional:    Meningkatkan harga diri positif.
3)      Bantu klien dalam pemenuhan ADL-nya dan dekatkan alat yang diperlukan oleh klien.
Rasional:    ADL terpenuhi.
4)      Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sesuai dengan yang ditoleransi.
Rasional:    Tingkatkan partisipasi klien dalam melakukan aktivitas sesuai dengan yang ditoleransi.

e.       DP.5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah.
Hasil yang diharapkan:
-          Tidak terjadi kerusakan integritas lebih lanjut ditandai dengan tidak ada tanda-tanda infeksi dalam waktu 1 minggu.
-          Tidak terjadi perlukaan baru.
Intervensi:
1)      Kaji kondisi kulit setiap hari.
Rasional:    Untuk mengetahui apakah terdapat kerusakan kulit (kering/pecah).
2)      Kaki dibersihkan dengan air hangat dan sabun yang bersih.
Rasional:    Melancarkan sirkulasi dan mematikan kuman yang ada di kaki.
3)      Keringkan kaki khususnya di sela jari, olesi lotion pada seluruh kaki kecuali di sela jari.
Rasional:    Mencegah terjadinya kekeringan di kulit.
4)      Letakkan bantal di bawah betis sehingga kedua tumit dapat terangkat.
Rasional:    Mencegah terjadinya penekanan pada tumit.
5)      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat luka bila ada.
Rasional:    Mempercepat penyembuhan.

f.       DP.6. Kecemasan berhubungan dengan kondisi kesehatan, adanya gangren, prosedur operasi dan kehilangan anggota badan.
Hasil yang diharapkan:
Klien tampak rileks dan dapat mengungkapkan perasaannya.
Intervensi:
1)      Catat perilaku cenderung tidur, mudah tersinggung, menolak, kontak mata berkurang, suka menuntut.
Rasional:    Indikator tingkat kecemasan/stres.
2)      Ciptakan suasana yang tenang dan lingkungan yang mendukung untuk istirahat.
Rasional:    Mengurangi stressor baru dan mengurangi kecemasan.
3)      Tunjukkan sikap tenang.
Rasional:    Dukungan yang adekuat membantu klien merasa lepas dari stres sehingga menunjukkan proses pemulihan.
4)      Kolaborasi dengan medik dengan pemberian sedative.
Rasional:    Menurunkan kecemasan.

g.      DP.7. Risti perubahan perfusi jaringan sistemik berhubungan dengan peningkatan tahanan pembuluh darah perifer, aterosklerosis.
Hasil yang diharapkan:
-          TD dan nadi dalam batas normal, TD: 120/80 mmHg, N: 60-100 x/mnt.
-          Akral hangat dan warna kulit normal.
-          Pernafasan 12-20 x/menit.
-          Waktu kapiler refill kurang dari 3 detik.
Intervensi:
1)      Monitor TTV: TD, N, P, HR, gelisah, bingung, pucat, sianosis.
Rasional:    Sebagai indikator awal terjadinya penurunan perfusi jaringan sistematik.
2)      Ukur intake dan output, lapor bila urin < 30 cc perjam.
Rasional:    Penurunan urin menandai adanya penurunan perfusi jaringan.
3)      Anjurkan klien untuk tirah baring dan jelaskan pada klien manfaat dan pentingnya tirah baring.
Rasional:    Mempertahankan perfusi jaringan dengan baik.
4)      Berikan posisi semifowler.
Rasional:    Pemenuhan O2 yang adekuat.
5)      Pantau data laboratorium, contoh: AGD, BUN, kreatinin.
Rasional:    Indikator perfusi/fungsi organ.
6)      Berikan posisi semifowler.
Rasional:    Memenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit.

h.      DP.8. Risti perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penurunan aliran darah serebral yang disebabkan adanya aterosklerosis.
Hasil yang diharapkan:
-          Tekanan darah dalam batas normal 120/80 mmHg.
-          Perfusi jaringan serebral adekuat.
Intervensi:
1)      Observasi tanda-tanda vital (TD, S, N, P).
Rasional:    Hipertensi dapat menjadi faktor pencetus dan perubahan tekanan darah.
2)      Kaji peningkatan tekanan intrakranial dan kepatenan jalan nafas.
Rasional:    Mengidentifikasi kondisi pasien dan menunjukkan perubahan.
3)      Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksi terhadap cahaya.
Rasional:    Ukuran dan kecemasan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara persyarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap refleks cahaya mengkoordinasikan fungsi dan kranial optikus dan okulomatorius.
4)      Catat perubahan dalam penglihatan seperti adanya gangguan lapang pandang.
Rasional:    Gangguan lapang pandang yang spesifik mencerminkan daerah otak yang terkena.
5)      Cegah adanya/terjadinya mengejan.
Rasional:    Valsava manuver dapat meningkatkan TIK dan memperberat risiko perdarahan.
6)      Pertahankan tirah baring, ciptakan lingkungan tenang.
Rasional:    Aktivitas yang kontinu dapat meningkatkan TIK.
7)      Berikan obat/terapi sesuai program medik: antikoagulan, vasodilator, antihipertensi.
Rasional:    Meningkatkan aliran darah serebral yang selanjutnya dapat mencegah emboli dan trombus.

Post Operasi

a.       DP.1. Risti hipoglikemi/hiperglikemi berhubungan dengan ketidakadekuatan insulin.
Hasil yang diharapkan:
-          Tidak terjadi hipoglikemi/hiperglikemi.
-          Kadar gula darah dalam batas normal (GDS < 140).
Intervensi:
1)      Observasi dan kaji tanda hipo/hiperglikemia, hipoglikemi: pucat, keringat dingin, gemetaran, palpitasi; hiperglikemi: poliuri, polidipsi, poliphagia, penglihatan kabur, pusing.
Rasional:    Reaksi insulin dapat terjadi secara tiba-tiba yaitu: hipo/hiperglikemi yang dapat berakibat fatal.
2)      Kaji membran mukosa yang kering, turgor kulit.
Rasional:    Hiperglikemi akan menyebabkan dehidrasi karena hiperosmolar.
3)      Monitor tingkat glukosa, kadar aseton dalam urine dan catat berat jenis urine setiap hari.
Rasional:    Untuk memonitor respon tubuh klien.
4)      Beri dan pertahankan pemberian cairan melalui IV.
Rasional:    Cairan sebagai pengganti untuk mencegah peningkatan lebih lanjut kadar glukosa darah dan mengganti sodium pada ketoasidosis.
5)      Beri terapi medik sesuai program (insulin atau terapi oral).
Rasional:    Insulin akan meningkat pada sel yang menyebabkan penurunan glukoneogenesis.
6)      Lakukan cek gula darah sesuai pesanan medik.
Rasional:    Sebagai data/indikasi pemberian terapi.

b.      DP.2. Nyeri berhubungan dengan adanya ulkus.
Hasil yang diharapkan:
Klien dapat mengontrol nyeri atau nyeri berkurang ditandai dengan menunjukan keadaan rileks dan dapat tidur serta istirahat dengan tenang, dalam waktu 4 hari.
Intervensi:
1)      Kaji keluhan nyeri, lokasi, frekuensi serta intensitas nyeri klien.
Rasional:    Memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan.
2)      Anjurkan klien untuk menginformasikan rasa nyeri.
Rasional:    Untuk keperluan dalam pemberian analgesik.
3)      Perhatikan kembali hal-hal yang memberatkan atau meningkatkan nyeri.
Rasional:    Menentukan faktor-faktor pencetus atau meningkatkan rasa nyeri.
4)      Beri posisi yang nyaman bagi klien dan anjurkan klien untuk tarik nafas dalam bila nyeri muncul.
Rasional:    Meningkatkan relaksasi dan mengurangi nyeri.
5)      Beri obat analgesik sesuai dengan pesanan.
Rasional:    Mengurangi rasa nyeri.



c.       DP.3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya ulkus, sirkulasi tidak adekuat.
Hasil yang diharapkan:
Kerusakan integritas kulit tidak menimbulkan infeksi ditandai dengan tidak ada tanda infeksi dalam waktu 1 minggu.
Intervensi:
1)      Kaji keadaan luka setiap hari.
Rasional:    Mengetahui adanya perbaikan pada luka gangren.
2)      Rawat luka dengan menggunakan teknik aseptik.
Rasional:    Membantu proses penyembuhan luka gangren.
3)      Letakkan bantal di atas betis klien sehingga kedua tumit dapat terangkat.
Rasional:    Mencegah terjadinya penekanan pada tumit dan membantu melancarkan sirkulasi darah.
4)      Anjurkan klien untuk tidak terlalu banyak menggerakkan kaki yang ada luka.
Rasional:    Mencegah terjadinya cedera pada luka.
5)      Beri obat untuk luka sesuai dengan pesanan medik.
Rasional:    Membantu proses sirkulasi ke daerah luka sehingga mempercepat penyembuhan luka.

d.      DP.4. Intoleransi beraktivitas berhubungan dengan badan lemas,  adanya ulkus.
Hasil yang diharapkan:
Klien dapat beraktivitas secara mandiri dalam waktu 4 hari ditandai dengan:
-          Klien dapat melakukan aktivitas (ADL) secara mandiri.
-          Klien tidak lemah.
Intervensi:
1)      Kaji tanda-tanda vital: TD, N, P, sebelum dan sesudah melakukan aktivitas.
Rasional:    Mengetahui kondisi klien sehingga dapat mencegah terjadinya kelelahan yang berlebihan.
2)      Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan aktivitas dan dekatkan alat-alat yang dibutuhkan klien.
Rasional:    Membantu klien dalam mencegah terjadinya kelelahan.
3)      Dorong klien untuk melakukan aktivitas secara bertahap seperti makan sendiri, minum sendiri.
Rasional:    Mengidentifikasi tingkat kemampuan klien dalam beraktivitas.
4)      Anjurkan klien untuk berhenti melakukan aktivitas bila merasa lemas dan anjurkan klien untuk beristirahat.
Rasional:    Mencegah kelelahan yang berlebihan.
5)      Anjurkan klien untuk menghabiskan makanan yang dihidangkan.
Rasional:    Mencegah hipoglikemi dan meningkatkan kekuatan.

e.       DP.5. Risti infeksi berhubungan dengan tingginya glukosa darah, sirkulasi ke perifer kurang, adanya gangren.
Hasil yang diharapkan:
Klien tidak menunjukkan gejala infeksi yang ditandai dengan: suhu normal (36-37oC), kultur darah negatif, leukosit < 11.000 UL.
Intervensi:
1)      Observasi tanda-tanda infeksi: demam, nyeri dan kemerahan.
Rasional:    Membantu menentukan tindakan selanjutnya.
2)      Observasi keadaan kuli (gatal dan baal).
Rasional:    Mengamati keadaan dan tindakan selanjutnya.
3)      Rawat luka dengan menggunakan teknik aseptik.
Rasional:    Mencegah terjadinya infeksi nosokomial.
4)      Lakukan perawatan kulit, massage daerah yang tertekan.
Rasional:    Sirkulasi perifer yang kurang dapat mengakibatkan infeksi pada kulit.
5)      Beri lotion pada kulit.
Rasional:    Mengurangi kekeringan pada kulit dan memberi kelembaban.
6)      Anjurkan klien untuk membersihkan alat kelamin.
Rasional:    Mencegah terjadinya UTI.

f.       DP.6. Ketidakefektifan regimen terapeutik tentang proses penyakit, pencegahan, pengobatan berhubungan dengan kurang informasi.
Hasil yang diharapkan:
Pengetahuan klien meningkat dalam waktu 2 hari dengan kriteria klien dapat menjelaskan kembali tentang perawatan luka operasi, dan pencegahan-pencegahan yang harus dilakukan.
Intervensi:
1)      Beri penjelasan dengan bahasa yang mudah dimengerti.
Rasional:    Bahasa yang mudah dimengerti membantu dalam pemahaman klien.
2)      Jelaskan pada klien tentang perawatan luka.
Rasional:    Meningkatkan pengetahuan/pemahaman klien tentang perawatan luka.
3)      Jelaskan pada klien pentingnya pengobatan yang teratur.
Rasional:    Mencegah terjadinya  hipo/hiperglikemia.
4)      Tekankan pentingnya aktivitas dan latihan.
Rasional:    Latihan menstimulasi metabolisme karbohidrat, menstabilkan berat badan.
5)      Jelaskan pada klien pentingnya melakukan perawatan kaki yang baik.
Rasional:    Menambah pengetahuan klien dan mencegah timbulnya luka baru.
6)      Jelaskan pada klien tentang diit dan pentingnya mematuhi diit ang ditentukan.
Rasional:    Mematuhi diit perlu untuk mencegah terjadinya hipo/hiperglikemi.
7)      Libatkan keluarga dalam perencanaan dan pengelolaan perawatan luka.
Rasional:    Supaya perawatan di rumah dapat dilakukan lebih efektif dan dilakukan secara mandiri oleh keluarga dan klien.
8)      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian informasi kepada klien dan keluarga.
Rasional:    Menambah pengetahuan klien dan keluarga.

  1. Perencanaan Pulang
a.       Motivasi pasien untuk mematuhi diit yang sudah ditetapkan yakni rendah glukosa, rendah lemak, dan tinggi serat sebagai cara efektif untuk mengendalikan lemak darah, gula darah dan kolesterol.
b.      Menjelaskan tanda-tanda hipoglikemi (gula darah turun) seperti: mengantuk, bingung, lemas, keringat dingin. Tanda-tanda hiperglikemi: sering BAK, merasa haus, sering lapar, pandangan kabur.
c.       Menganjurkan pasien untuk mengikuti latihan (olah raga seperti: jalan santai, bersepeda), dapat menurunkan kadar gula darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler.
d.      Menganjurkan untuk mempertahankan BB klien.
e.       Menganjurkan kontrol gula darah dan tekanan darah pasien.
f.       Menjelaskan jangan menghentikan terapi obat tanpa konsultasi dengan dokter.
g.      Menganjurkan untuk minum obat secara teratur.
h.      Informasikan kepada klien tentang perawatan kaki:
Ø  Anjurkan klien untuk membersihkan kaki dengan sabun terutama di sela-sela jari setiap hari.
Ø  Potong kuku jari kaki mengikuti lengkungan jari, jangan memotong kuku berbentuk lurus pada tepinya karena dapat menyebabkan tekanan pada jari-jari yang berdekatan.
Ø  Hati-hati saat mengikir tepi kuku yang besar untuk mencegah kerusakan kuku.
Ø  Hindari merendam kaki berlama-lama, merendam dengan air panas.
Ø  Gunakan pelembab untuk kulit yang kering.
Ø  Pakai kaos kaki yang terbuat dari bahan yang berkualitas baik.
Ø  Hindari menyilangkan kaki saat duduk.
Ø  Anjurkan klien untuk melakukan latihan kaki untuk mempertahankan sirkulasi.
i.        Informasikan kepada klien mengenai alas kaki.
Ø  Hindari berjalan tanpa alas kaki.
Ø  Anjurkan klien untuk memakai sepatu yang pas, tidak sempit.
Ø  Periksa sepatu setiap hari dari benda asing, bagian yang kasar.
Ø  Hindari memakai kaos kaki yang sempit.
Ø  Ganti sepatu bila sudah rusak.
Ø  Gunakan sepatu yang terbuat dari bahan yang menyerap.

 

BAB III
PENGAMATAN KASUS


Ny. S, umur 49 tahun, agama Islam, masuk PK Sint Carolus, unit Lukas kamar 66-3 pada tanggal 28-7-2005 melalui UGD PK Sint Carolus dengan diagnosa medik DM + Abses gluteas sinistra. Diagnosa medik saat pengkajian: Post Debridement a/i ulcus Diabeticum. Keluhan utama klien masuk RS yaitu: terdapat bisul pada bokong, badan terasa lemas, pusing, tidak nafsu makan, dan nyeri pada daerah bokong sejak 1 minggu yang lalu. klien sudah berobat ke dokter namun tidak menolong.
Klien mengatakan sudah menderita DM sejak 5 tahun yang lalu. Klien mengatakan selalu rajin kontrol ke dokter dan tetap minum obat secara teratur, namun klien tidak mematuhi diit yang dianjurkan oleh dokter, dan tidak pernah rutin berolah raga. Dan klien pun menderita darah tinggi sejak 3 tahun yang lalu. Klien mengatakan sudah pernah menjalani operasi debridement pada luka di bokong kiri dan kanan pada bulan September 2003.
Pada saat pengkajian KU: tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, TD 130/70 mmHg, N: 60 x/mnt, S: 37,4oC, P: 22 x/mnt. Terdapat ulcus pada bokong kiri dengan diameter + 4 cm x 5 cm x 10 cm. Saat pengkajian klien sudah menjalani operasi debridement hari ke-VI. Klien mengeluh badan terasa lemas, pusing, nyeri pada daerah luka di bokong kiri dan klien pun diare sejak 1 hari yang lalu.
Pemeriksaan yang telah dilakukan selama dirawat di PK Sint Carolus antara lain: tanggal 01-08-2005 pemeriksaan darah rutin: Hb 9,0 g/dl (normal: 12,0-18,0 g/dl), Ht 28% (normal 37-52%), leukosit 7.900 u/L (normal 4.800-10.800 u/L), trombosit 440.000 mg/dl (normal 150.000-450.000 mg/dl). Pemeriksaan kurve harian tanggal 05-08-2005 jam 06.00: 466 mg/dl, jam 11.00 (PP): 496 mg/dl. Pemeriksaan faeces tanggal 04-08-2005 terdapat E. Histolitica dalam bentuk kista. Terapi obat-obat yang didapat pasien adalah Paracetamol 3x500 mg, Mecox 2x1 tab, OMZ 1x1 tab (AC), Hemobion 2x1 Cap, CTM 2x1 tab, Diabex 1x500 mg, Lacbon 3x1 tab, New Diatab 3x1 tab. Injeksi Actrapid 3x12 U (PC), Trichodazole 2x500 mg, Clanex 3x1 gram. Infus Potacol 12 jam/kolf.
Masalah yang ditemukan pada klien adalah perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh,resiko terjadinya hipo/hiperglikemia berhubungan dengan ketidakadekuatan insulin, perubahan pola eliminasi:diare berhubungan dengan adanya E.Histolitica dalam faeces, Resti infeksi berhubungan dengan tingginya kadar glukosa darah, gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan adanya ulkus, Resti terjadi perluasan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sirkulasi yang tidak adekuat, Regimen Terapeutik inefektif berhubungan dengan kurang informasi mengenai proses penyakit.


BAB IV
PEMBAHASAN KASUS


Setelah melakukan pengamatan dan pengkajian secara langsung pada Ny. S dengan Post Debridement atas indikasi Ulcus Diabeticum di unit Lukas PKSC, diperoleh persamaan dan perbedaan antara teori dengan kasus. Hal tersebut dapat terlihat sebagai berikut:
1.      Pengkajian
Didapatkan bahwa penyebab utama terjadinya DM pada Ny. S dikarenakan adanya faktor obesitas, kurangnya aktivitas dan juga adanya pengaruh pola hidup klien. Sehingga klien pun telah mengalami ulcus pada bokong kiri yang merupakan akibat lanjut dari Diabetes Mellitus, yang telah diderita klien selama 5 tahun, ini timbul dikarenakan ketidakpatuhan klien mengikuti diit yang telah dianjurkan dan juga karena kurang pengetahuan klien mengenai proses penyakit dan pengobatan. Dari pengkajian dapat diketahui bahwa klien menderita DM tipe II dengan komplikasi lanjut hipertensi dan terjadinya ulcus pada bokong kiri. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa penyebab DM tipe II adalah karena faktor usia, obesitas, kurangnya aktivitas gaya hidup dan stres. Dan komplikasi vaskuler jangka panjang dari diabetes melitus adalah mikroangiopati, yaitu dapat mengakibatkan gangguan berupa nefropati, retinopati, dan neuropati dan makroangiopati yang dapat menyebabkan hipertensi, CVD.

2.      Diagnosa Keperawatan
Masalah keperawatan yang timbul pada klien adalah perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh resiko terjadinya hipo/hiperglikemi, perubahan pola eliminasi :diare, resti infeksi, gangguan rasa nyaman: nyeri, resti terjadinya perluasan kerusakan integritas kulit, inefektif regimen terapeutik dan gangguan mobilitas fisik. Hal ini sesuai dengan masalah keperawatan post operasi yang terdapat di teori, yaitu resti hipo/hiperglikemi, nyeri, kerusakan integritas kulit, intoleransi beraktivitas, resti terjadinya infeksi dan ketidakefektifan regimen terapeutik. Masalah keperawatan perubahan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh dan perubahan pola eliminasi: diare tidak terdapat pada teori namun ditemukan pada klien dikarenakan pada saat pengkajian ditemukan bahwa IMT klien 33;3(obesitas)dan klien sedang diare dan dari hasil pemeriksaan lab terdapat tinja ditemukan adanya E. Histolitica dalam bentuk kista.
3.      Perencanaan
Perencanaan tindakan keperawatan pada klien lebih difokuskan pada prioritas masalah keperawatan yang ada seperti observasi tanda-tanda vital, pemenuhan kebutuhan dasar klien, penyuluhan-penyuluhan mengenai pentingnya diit yang baik dan benar untuk menjaga kestabilan kadar gula dalam darah, pencegahan terjadinya luka dan perawatan luka yang ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi dan perluasan kerusakan kulit. Pentingnya kontrol teratur, minum obat secara teratur dan aktivitas yang perlu dilakukan oleh klien.

4.      Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang telah disusun. Seluruh intervensi dapat diterapkan pada klien mengingat klien dan keluarga cukup kooperatif dengan perawat sehingga memudahkan perawat untuk berkomunikasi dengan klien dan keluarga.

5.      Evaluasi Keperawatan
Pada saat melakukan evaluasi, masalah keperawatan yang terdapat pada pasien masih belum teratasi secara keseluruhan, ini dikarenakan keterbatasan waktu. Namun pada saat dilakukan penyuluhan klien dan suami klien tampak memahami penjelasan dari perawat hal ini dapat dilihat dari klien dan suami klien dapat mengulangi penjelasan yang telah diberikan oleh perawat.




                                                                      BAB V
























KESIMPULAN


Berdasarkan pengamatan dan pembahasan kasus di atas maka penulis menyimpulkan bahwa: DM merupakan masalah penyakit yang serius yang bila tidak ditangani dengan cepat dan benar bisa menyebabkan berbagai komplikasi yang dapat mengganggu aktivitas hidup seseorang.
Seperti diketahui bahwa Diabetes Mellitus merupakan suatu gangguan metabolisme yang dimanifestasikan oleh adanya intoleransi terhadap glukosa yang bila tidak cepat ditangani akan menyebabkan hiperglikemi sehingga menyebabkan terganggunya sirkulasi darah. Dan bila terjadi luka pada penderita DM, proses penyembuhannya akan berjalan lama bahkan bisa terjadi nekrose jaringan, seperti juga yang terjadi pada kasus nyata. Padahal hal ini sesungguhnya bisa dicegah dengan patuh diit, olah raga teratur dan pengobatan teratur. Maka agar hal ini bisa tercapai diperlukan peran perawat dalam memberikan penyuluhan dan perawatan, meningkatkan upaya promotif dan preventif.


DAFTAR PUSTAKA



Brunner and Suddarth (1997). Buku Ajar Keperawatan Medikal bedah. Alih bahasa: dr. H.Y. Kuncara, Edisi 8. Jakarta: EGC.
Black, Joice M.S.N (1997). Medical Surgical Nursing Clinical Management For Continuity of Care. Fifth Edition, WB. Saunders Company.
Carpenito Lynda Juall,(1999),Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan,Alih bahasa : Monika Ester,SKp Edisi 2,Jakarta,EGC
Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.
Hardjasaputra Purwantu. Dr. (2002). Daftar Obat Indonesia, Edisi 6, Jakarta, Grafidian Medipress.
Halloway,Nancy Meyer (1998).Medical Surgical Care Plans,Pennsylvania.Springhouse Corporation.
Http://www.health.com. Indonesia urutan ke-4 Penderita Kencing Manis terbanyak Kamis, 09 Juni 2005.
Ignatavicius, Donna  D (1991). Medical Surgical Nursing. Philadelphia. W.B. Saunders Company.
Lewis, Sharon Mantik (2000). Medical Surgical Nursing: Assessment and Management and Clinical Problems. Fifth Edition, Philadelphia, Mosby Company.
Luckmann and Sorensen’s, Medical Surgical Nursing. Second Edition: USA, WB. Saunders Company.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar