Rabu, 18 Mei 2016

ASMA BRONKIAL



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia kesehatan merupakan hal yang sangat penting, apabila dalam era globalisasi saat ini dimana lingkungan tidak lagi bersih, udara yang kita hidup tiap saat banyak sekali mengandung polutan yang berbahaya bagi kesehatan. Meningkatnya gaya hidup dan perilaku manusia. Juga mempengaruhi kesehatan manusia, misalnya: merokok yang tanpa disadari telah memasukkan begitu banyak racun ke dalam tubuh kita.
Salah satu akibat dari lingkungan yang tidak bersih terutama udara yang tercemar adalah munculnya berbagai penyakit pernapasan diantaranya adalah Asma, walaupun secara langsung udara yang tercemar bukan penyebab Asma, tetapi udara yang tercemar merupakan alergen yang menyebabkan serangan asma karena kebanyakan alergen terdapat di udara dan musiman.
Asma adalah penyakit jalan napas obstruksi intermiten, reversible dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Brunner and Suddarth, 2002, hal. 611). Asma dapat terjadi pada sembarang golongan usia. Sekitar setengah dari kasus terjadi pada anak-anak dan sepertiga lainnya terjadi sebelum usia 40 tahun. Dalam sebuah survey di Inggris yang melibatkan 2000 orang, 68% mengira asma adalah kondisi yang paling umum terjadi di bawah usia 12 tahun, tetapi kenyataannya 40% penderita mengalami masalah setelah umur 18 tahun. Tetapi kebanyakan orang dalam kelompok usia di atas 50 tahun mampu menahan bunyi dan sesak nafas karena kenyataan faktor usia. (http:/www.vision.netid/detail php? Id=1652). Hampir 17% dari semua rakyat Amerika mengalami Asma dalam suatu kurun waktu tertentu dalam kehidupan mereka.
Di Indonesia belum ada penyelidikan yang menyeluruh. Di poliklinik sub bagian paru FKUI/RSCM Jakarta, 50% kunjungan merupakan penyakit asma (Kompas, Januari 2004). Penyakit asma sebenarnya merupakan penyakit yang dapat dicegah. Penanggulangan asma sekarang ini lebih dititikberatkan untuk mencegah terjadinya serangan asma dan diupayakan agar penderita asma dapat melakukan aktivitas seperti biasanya.
Untuk itu kita sebagai perawat hendaknya memberikan asuhan keperawatan untuk mencapai kesehatan pasien yang optimal antara lain penyuluhan kepada penderita asma dan keluarga tentang pentingnya menghindari faktor penyebab asma seperti stress, debu, rokok, alergi, aktivitas yang berlebih. Pentingnya gizi yang baik, cukup istirahat, olahraga ringan secara teratur dan rutin kontrol ke dokter.

B.     Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui dan memahami penyakit Asma Bronkiale, tanda dan gejala yang timbul pada pasien.
2.      Memperoleh pengalaman nyata dalam merawat pasien dengan asma bronkiale sehingga dapat menerapkan konsep dasar klinis dan keperawatan yang diperoleh di perkuliahan.
3.      Memperoleh gambaran nyata tentang pelaksanaan asuhan keperawatan langsung di lapangan.

C.    Metode Penulisan
Adapun metode penulisan makalah yang digunakan :
1.      Studi kepustakaan dengan mengambil beberapa literatur yang berhubungan dengan Asma Bronkiale.
2.      Pengamatan langsung di unit Carolus yang meliputi pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
3.      Wawancara dengan pasien.

D.    Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan makalah ini diawali dengan Bab I pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, tujuan, metode dan sistematika penulisan. Dilanjutkan Bab II tinjauan teoritis yang berisi tentang konsep dasar medik dan konsep dasar keperawatan. Konsep dasar medik berisi tentang definisi, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, test diagnostik, pengelolaan medik dan komplikasi. Konsep dasar keperawatan berisi tentang pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan dan perencanaan pulang. Bab III berisi tentang pengamatan kasus, yang meliputi analisa data, diagnosa keperawatan, perencanaan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi. Bab IV pembahasan kasus, dilanjutkan Bab V tentang kesimpulan dan diakhiri dengan daftar pustaka.


 

                                                                 BAB II
TINJAUAN TEORITIS


A.    Konsep Dasar Medik

  1. Definisi
-          Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu, dan dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi.
(Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol. 1, 2001. Hal. 611).
-          Asma adalah suatu penyakit jalan napas yang ditandai oleh periode bronkospasme, merupakan penyakit kompleks yang meliputi biokimia, imunologi, endokrin, infeksi, autoimun dan faktor psikologi. (Luckman and Sorensen’s, 1993, Hal. 1021).
-          Asma adalah suatu penyakit peradangan kronik pada jalan napas yang mana peradangan ini menyebabkan perubahan derajat obstruksi pada jalan napas dan menyebabkan kekambuhan. (Lewis, 2000, hal. 660).
-          Asma adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa penyempitan bronkus yang reversibel. (Sylvia A. Price, 1995, hal. 149).

Jenis-jenis Asthma :
a.       Asthma alergik
Yaitu asthma yang disebabkan oleh alergen, misalnya: serbuk sari binatang, marah, makanan dan jamur. Biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergen dan riwayat medis masa lalu, iskemia dan rhinita alergik.
b.      Asthma idiopatik atau non alergik
Yaitu tidak berhubungan dengan alergen spesifik, faktor-faktor seperti common vold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi dan lingkungan pencetus serangan. Serangan menjadi lebih berat dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan empisema.
c.       Asthma gabungan
Yaitu bentuk asthma yang paling umum, mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau non alergik.
Klasifikasi Asthma:
a.       Mid Intermiten
Yaitu kurang dari 2 kali seminggu dan hanya dalam waktu yang pendek; tanpa gejala, diantara serangan-serangan pada waktu malam kurang dari 2 kali sebulan. Fungsi paru-paru FEV dan PEF diperkirakan lebih dari 80%.
b.      Mid Persistent
Yaitu serangan lebih ringan tetapi tidak setiap hari, serangan pada waktu malam timbul lebih dari 2 kali sebulan.
Fungsi paru-paru FEV atau PEF diperkirakan sebesar 80%.
c.       Moderat Persistent
Yaitu serangan timbul setiap hari dan memerlukan penggunaan bronkodilator serangan timbul 2 kali atau lebih dalam seminggu dan pada waktu malam timbul gejala berat setiap minggu. Fungsi paru-paru FEV atau PEF diperkirakan 60-80%.
d.      Severe Persistent
Yaitu gejala muncul terus menerus dengan aktivitas yang terbatas, peningkatan frekuensi serangan dan peningkatan frekuensi gejala pada waktu malam.


  1. Anatomi Fisiologi
Saluran pernafasan terdiri dari saluran napas bagian atas dan saluran nafas bagian bawah. Saluran nafas bagian atas terdiri dari : rongga hidung, nasofaring, orofaring dan laringofaring. Saluran nafas bagian bawah terdiri dari laring, trakea, bronkus dan paru-paru. Paru-paru terdiri dari paru kanan dan kiri. Paru kanan terdiri dari 3 lobus dan paru kanan terdiri dari 2 lobus. Saluran udara hingga mencapai paru-paru adalah :
a.       Hidung
Ketika udara masuk ke rongga hidung, udara tersebut disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Partikel-partikel yang kasar disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan partikel halus akan dijerat dalam lapisan mukosa, gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior di dalam rongga hidung dan ke superior di dalam saluran pernafasan bagian bawah.
b.      Faring
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai bersambungan dengan aesofagus. Udara yang sudah disaring, dihangatkan dan dilembabkan menuju ke faring akibat dorongan gerakan silia. Dari sini lapisan mukosa akan ditekan dan dibatukkan ke luar. Air untuk pelembaban dihasilkan oleh lapisan mukosa, sedangkan panas yang disuplai ke udara inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya yang kaya akan pembuluh darah. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedemikian rupa sehingga bila mencapai faring hampir bebas dari debu.
c.       Laring
Laring atau organ suara adalah struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakea. Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasi, laring juga melindungi jalan nafas bawah dan obstruksi benda asing dan memudahkan batuk. Laring sering disebut sebagai kotak suara.
d.      Trakea
Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang fungsinya untuk mempertahankan agar trakea tetap terbuka. Trakea dilapisi oleh lendir yang terdiri atas epitelium bersilia. Jurusan silia ini bergerak jalan ke atas ke arah laring; maka dengan gerakan ini debu dan butir halus yang turut masuk bersama pernafasan dapat dikeluarkan.
e.       Bronkus
Dari trakea udara masuk ke dalam bronkus. Bronkus memiliki percabangan yaitu bronkus utama kiri dan kanan yang dikenal sebagai karina. Karina memiliki saraf yang menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika dirangsang.
Bronkus utama kiri dan kanan tidak simetris. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar yang arahnya hampir vertikal, sebaliknya bronkus kiri lebih panjang dan lebih sempit. Cabang utama bronkus bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian segmentalis percabangan ini terus berjalan menjadi bronkus yang ukurannya makin lama makin kecil sampai akhirnya menjadi bronkus terminalis yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli.
f.       Bronkiolus
Saluran udara ke bawah sampai ke tingkat bronkiolus terminalis merupakan saluran penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru. Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorik, duktus alvedansi sakus. Alvedaris terminalis alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh dinding septus atau septum. Alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan yang dapat mengurangi tegangan pertukaran dalam mengurangi resistensi pengembangan pada waktu inspirasi dan mencegah katub alveolus pada ekspirasi.

Peredaran darah paru-paru
Paru-paru mendapat dua suplai yaitu arteri bronkiolus (berasal dari aorta thorakalis dan berjalan sepanjang dinding posterior bronkus) dan arteri pulmonalis. Sirkulasi bronkial menyediakan darah teroksigenisasi dari sirkulasi sistemik dan berfungsi memenuhi kebutuhan metabolisme paru.
Vena bronkiolus besar bermuara pada vena cava superior dan mengembalikan darah ke atrium kanan. Vena bronkiolus yang lebih kecil akan mengalirkan darah ke vena pulmonalis.
Arteri pulmonalis yang berasal dari ventrikel kanan jantung mengalirkan darah vena campuran ke paru-paru. Di paru-paru terjadi pertukaran gas antara alveoli dan darah, darah yang teroksigenisasi dikembalikan ke ventrikel kiri jantung melalui vena pulmonalis, yang selanjutnya membagikannya melalui sirkulasi sistemik ke seluruh tubuh. Proses pernafasan dipengaruhi oleh :
Ventilasi              :    pergerakan mekanik udara dari dan ke paru-paru
Perfusi                 :    distribusi oksigen oleh darah ke seluruh pembuluh darah dari paru-paru.
Difusi                   :    pertukaran oksigen dan karbondioksida antara alveoli dan kapiler paru.
Transportasi : pengangkatan O2-CO2 yang berperan sistem kardiovaskular.

  1. Etiologi
-          Faktor ekstrinsik : reaksi antigen-antibody, debu, bulu binatang, serbuk-serbuk, spora, jamur, makaan.
-          Faktor intrinsik : infeksi, iritan, cuaca, palutan, lingkungan, emosi (stress).
-          Bentuk campuran dari kedua hal di atas.

  1. Patofisiologi





Asma adalah suatu proses inflamasi kronik yang menghasilkan edema mukus, sekresi mukus dan inflamasi. Obstruksi dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut ini yaitu kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronki menyempitkan jalan napas, pembengkakan membran yang melapisi bronki, pengisian bronki dengan mukus yang kental. Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan. Bila zat-zat alergen memasuki paru-paru sehingga merangsang antibodi yang dihasilkan (IgE) menyerang sel-sel mast dalam paru sehingga menyebabkan pelepasan produk-produk sel-sel mast seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS.A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas sehingga menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak. Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Otot bronkial di atur oleh impuls saraf vagal melalui sistem parasimpatik ketika saraf pada jalan napas dirangsang oleh faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, dan emosi sehingga jumlah asetilkolin yang dilepaskan meningkat dan menyebabkan bronkokonstriksi yang merangsang pembentukan mediator kimiawi. Selain itu reseptor alfa dan beta adrenergik dari sistem saraf simpatik terletak dalam bronki, sehingga ketika alfa adrenergik dirangsang terjadi bronkokonstriksi dan bronkodilatasi terjadi ketika reseptor beta adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara alpha dan beta adrenergik dikendalikan oleh siklik adenosin monophospat (c AMP). Stimulasi reseptor alfa mengakibatkan penurunan c AMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimia yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor beta mengakibatkan peningkatan tingkat c AMP yang menghambat pelepasan mediator kimia yang menyebabkan bronkodilatasi. Penyekatan beta adrenergik terjadi pada penderita asma, akibatnya osmotik rentan terhadap peningkatan pelepasan mediator kimia dan konstriksi otot polos.

  1. Tanda dan Gejala
-          Batuk produktif
-          Wheezing
-          Dispnea
-          Mengi
-          Ekspirasi memanjang
-          Barrel chest (dada tong)
-          Orthopnea
-          Berkeringat
-          Tachypnea
-          Tachycardia.

  1. Test Diagnostik
-          Rontgen thorax
Pada fase akut menunjukkan hiperinflasi dan pendataran diafragma.
-          Pemeriksaan darah
IgE meningkat terutama pada asma alergik.
-          Sputum
-          AGD
Menunjukkan hipoxia selama serangan akut, PCO2 yang rendah.
-          Fungsi paru
PEV dan FVC sangat menurun.

  1. Komplikasi
a.       Status asmatiks : asma yang berat dan persistent yang tidak berespon terhadap terapi konvensional.
b.      Pneumonia : proses inflamasi parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agens infeksius.
c.       Atelektasis
d.      Obstruksi jalan nafas
e.       Faktor iga.

  1. Therapi/Pengelolaan Medik
-          Agenis Beta : untuk mendilatasi otot-otot polos bronkial dan meningkatkan gerakan sililaris. Contoh obat : epinefrin, albutenol, meta profenid, iso proterenoli isoetharine, dan terbutalin. Obat-obat ini biasa digunakan secara parenteral dan inhalasi.
-          Metil salin untuk bronkodilatasi, merilekskan otot-otot polos, dan meningkatkan gerakan mukus dalam jalan nafas. Contoh obat: aminophyllin, teophyllin, diberikan secara IV dan oral.
-          Antikolinergik, contoh obat : atropin, efeknya : bronkodilator, diberikan secara inhalasi.
-          Kortikosteroid, untuk mengurangi inflamasi dan bronkokonstriktor. Contoh obat: hidrokortison, dexamethason, prednison, dapat diberikan secara oral dan IV.
-          Inhibitor sel mast, contoh obat:  natrium kromalin, diberikan melalui inhalasi untuk bronkodilator dan mengurangi inflamasi jalan nafas.
-          Oksigen, terapi diberikan untuk mempertahankan PO2 pada tingkat 55 mmHg.
-          Fisioterapi dada, teknik pernapasan dilakukan untuk mengontrol dispnea dan batuk efektif untuk meningkatkan bersihan jalan nafas, perkusi dan postural drainage dilakukan hanya pada pasien dengan produksi sputum yang banyak.

B.     Konsep Dasar Keperawatan

  1. Pengkajian
a.       Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
-          Riwayat keluarga asma dan alergi.
-          Baru saja mengalami ISPA atau sinusitis.
-          Riwayat alergi
-          Riwayat obat-obat yang biasa digunakan.
b.      Pola nutrisi metabolik
-          Mengeluh mual dan tidak nafsu makan karena distress pernapasan.
-          Tidak mau makan selama serangan.
c.       Pola aktivitas dan latihan
-          Sesak, batuk produktif dengan sputum kuning atau hijau.
-          Ortopnea.
d.      Pola tidur dan istirahat
-          Kurang tidur karena sesak
-          Insomnia.
e.       Pola persepsi kognitif
-          Klien mampu mengungkapkan strategi mengatasi serangan akut tapi tidak mampu menggunakan efektif selama serangan (panik).
f.       Pola persepsi dan konsep diri
-          Merasa sebagai orang yang lemah atau sakit-sakitan, perubahan body image.
g.      Pola hubungan dengan sesama
-          Mengeluh karena serangan dicetuskan oleh orang-orang sekitar, seperti : asap, rokok.
h.      Pola koping dan toleransi terhadap stress.
-          Cemas, marah, putus asa.

  1. Diagnosa Keperawatan
a.       Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d batuk-batuk efektif, produksi mukus berlebih.
b.      Ketidakefektifan pola napas b.d bronkospasme, produksi mukus.
c.       Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi/perfusi tidak memadai.
d.      Intoleransi beraktivitas b.d sesak nafas.
e.       Kecemasan b.d kesulitan bernafas.
f.       Resiko tinggi terhadap infeksi b.d berkurangnya fungsi paru, ketidakefektifan bersihan jalan napas, penggunaan terapi kortikosteroid.

  1. Perencanaan Keperawatan
a.       DP1.  Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d batuk tidak efektif, produksi mukus berlebih.
HYD: Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih.
Intervensi :
-          Auskultasi dan catat bunyi napas, misal: ronchi, wheezing dan crackles.
Rasional :    untuk mengetahui adanya obstruksi jalan napas.
-          Kaji karakteristik batuk dan sputum.
Rasional :    menentukan jenis tindakan yang akan dilakukan.
-          Berikan pasien posisi yang nyaman.
Rasional :    peninggian kepala tempat tidur, mempermudah batuk dan mengeluarkan sekret.
-          Pertahankan polusi udara seminimal mungkin, mis: debu, asap, dan lain-lain.
Rasional :    mengurangi faktor pencetus serangan.
-          Dorong dan ajarkan napas dalam dan batuk efektif.
Rasional :    mempermudah mengeluarkan sekret dan memberikan cara untuk mengatasi dispnea.
-          Kolaborasi untuk pemberian bronkodilator.
Rasional :    merilekskan otot-otot pernapasan dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan napas dan produksi sekret.

b.      DP2.  Pola nafas tidak efektif b.d sumbatan jalan napas, cepat, lemah.
HYD: Pola nafas kembali normal 12-20 kali/menit
Intervensi :
-          Kaji dan catat pola dan frekuensi pernapasan.
Rasional :    mengidentifikasi perubahan pola napas.
-          Berikan posisi semifowler.
Rasional :    meningkatkan ekspansi paru.
-          Anjurkan dan ajarkan teknik batuk efektif dan napas efektif.
Rasional :    membantu pasien kembali ke pola napas normal.
-          Kolaborasi untuk pemberian oksigen.
Rasional :    untuk merilekskan otot-otot saluran napas.

c.       DP3.  Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi/perfusi tidak memadai.
HYD: Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisasi ke jaringan adekuat dengan GDA dalam batas normal dan bebas dari gejala distres pernapasan.
Intervensi :
-          Kaji frekuensi dan kedalaman pernapasan.
Rasional :    untuk evaluasi terhadap distres pernapasan.
-          Auskultasi bunyi napas.
Rasional :    untuk mengetahui penurunan aliran udara.
-          Awasi tingkat kesadaran dan status mental.
Rasional :    gelisah dan ansietas merupakan gejala umum hipoxia.
-          Anjurkan untuk mengeluarkan sekret, k/p gunakan alat penghisap.
Rasional :    mencegah sumbatan jalan napas.
-          Kolaborasi untuk pemberian oksigen.
Rasional :    untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh dan mencegah hipoxia.
d.      DP4.  Intoleransi beraktivitas b.d sesak nafas.
HYD: Klien mampu menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
Intervensi :
-          Kaji kemampuan aktivitas pasien.
Rasional :    menetapkana kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
-          Berikan lingkungan yang tenang.
Rasional :    menurunkan stress dan rangsang berlebih.
-          Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan.
Rasional :    menurunkan laju metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
-          Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional :    meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan O2.

e.       DP5.  Kecemasan b.d kesulitan bernafas.
HYD: -  Kecemasan berkurang sampai hilang.
           -  Ekspirasi wajah rileks.
Intervensi :
-          Kaji tingkat kecemasan.
Rasional :    menentukan intervensi berikutnya.
-          Dampingi pasien saat serangan.
Rasional :    mengurangi kecemasan
-          Jelaskan obat-obat yang diberikan ke pasien.
Rasional :    memungkinkan penyebab kecemasan.

f.       DP6.  Resiko tinggi terhadap infeksi b.d berkurangnya fungsi paru, ketidakefektifan bersihan jalan napas, penggunaan terapi kortikosteroid.
HYD: Tidak terjadi infeksi ditandai dengan
-          Suhu : 36-37 oC
-          Leukosit dalam batas normal
-          Sputum bersih, warna putih.
Intervensi :
-          Observasi TTV (TD, N, S, P) dan tanda-tanda infeksi.
Rasional :    peningkatan suhu menandakan terjadi proses infeksi.
-          Kaji karakteristik sputum, warna, jumlah dan konsistensi.
Rasional :    indikator adanya infeksi.
-          Monitor suara napas.
Rasional :    indikator penumpukan sputum.
-          Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Rasional :    mengobati infeksi.


  1. Discharge Planning
-          Ajarkan pasien tentang dosis, waktu minum obat secara teratur.
-          Anjurkan untuk menghindari kontak dengan zat-zat alergen.
-          Ajarkan pasien untuk menggunakan inhalasi spray.
-          Ajarkan pasien dan keluarga untuk memberikan pertolongan pertama saat serangan.
-          Ajarkan pasien untuk napas dan batuk efektif.



                                                                  BAB III
PENGAMATAN KASUS


Pengamatan kasus dilakukan pada Ny. S, umur 45 tahun, agama Islam, masuk RS Sint Carolus, unit Carolus kamar 301-1 pada tanggal 01-08-2005 melalui UGD RS Sint Carolus dengan diagnosa medik Cefalgia + Asma Bronkiale. Klien mengatakan sejak 1 minggu yang lalu badannya panas, batuk berdahak dan sesak, mengeluh mual tidak ada muntah, pusing dan nyeri di dada, lalu pasien dibawa ke UGD dan oleh dokter jaga dianjurkan untuk dirawat di UGD. Klien mendapat Combivent 1 amp dan Pulmicort 1 amp nebulizer.
Pada saat pengkajian klien dirawat hari ke-4, keadaan umum tampak sakit ringan, kesadaran composmentis, terpasang infus RL 8 jam/kolf (16 tetes/menit) di tangan sebelah kanan, mobilisasi jalan, kebutuhan dibantu sebagian, observasi TTV : TD. 110/70 mmHg, S. 37,1oC, N. 80 x/menit, HR. 80 x/menit. Klien mengatakan batuk masih ada, sputum bisa keluarkan, sesak kadang-kadang, pusing masih ada, mual dan nyeri dada sudah tidak ada, klien mampu menghabiskan 1 p roti.
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 02/08/2005 menunjukkan hasil : Hb : 14,0 g/dl, Ht: 42%, L: 3.700/uL, Trombosit : 230.000/uL, Trigliserida : 158, Kolesterol total : 208 mg/dL, HDL Kolesterol : 39 mg/dL, LDL Kolesterol: 15,1 mg/dl, Salmonella Typhi H : (-), Salmonella Typhi O : (-).
Hasil photo thorax :    -  Paracardial kiri agak suram : Bronkopneumonia
                                    -  Paru kanan baik, cor sedikit membesar, CT ratio > 0,5
                                    -  Sinus-sinus dan diafragma baik.
Klien sudah mendapat obat oral :
-          Godicym 1x 400 mg
-          Impepsa 3x15 cc
-          Paracetamol 3x1 tab
-          Pumpitor 2x1 tab
-          Kapsul campur berisi :       Codein 10 mg
Xyzal ½
Theopilin.
Obat IV : Bifotik 2x1 drip dalam 100 cc NaCl.

Masalah yang ditemukan pada klien adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas, hipertermi, resiko tinggi ketidakefektifan pola napas, resiko tinggi infeksi. Telah dilakukan beberapa tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut diantaranya : mengobservasi TTV, mengkaji pernapasan, suara napas, mengkaji karakteristik sputum, warna, jumlah dan konsistensi, memberikan posisi semifowler, mengajarkan latihan napas dalam dan batuk efektif, memberikan terapi sesuai instruksi medik.
Pada evaluasi, terdapat masalah yang belum teratasi yaitu ketidak-efektifan bersihan jalan napas, karena klien masih mengeluh batuk, batuk efektif, sputum warna putih, dan masalah hipertermi. Sedangkan 2 masalah yaitu resiko tinggi ketidakefektifan pola napas dan resiko tinggi infeksi tidak terjadi. Sampai akhir pengamatan semua tindakan pemberian asuhan keperawatan pada pasien masih dilanjutkan oleh perawat ruangan.










BAB IV
PEMBAHASAN KASUS


Setelah dilakukan pengamatan langsung di unit Carolus pada Ny. S dengan Asma Bronkiale bila dibandingkan dengan teori yang didapat dari literatur dan pelajaran yang didapat di bangku kuliah, maka penulis menemukan ada persamaan dan perbedaan dengan pasien yang dikaji.

A.    Pengkajian
Dari pengkajian tanda dan gejala yang ada pada teori adalah : batuk produktif, dyspnea, mengi, wheezing, ekspirasi memanjang, tachicardia, tachypnea, orthopnea, berkeringat cyanosis hipoxia. Sedangkan tanda dan gejala yang ditemukan pada pasien : batuk produktif, sesak kadang-kadang, pusing, suhu subfibris. Tanda dan gejala yang ada di teori tetapi tidak ada di pasien adalah : mengi, wheezing, ekspirasi memanjang, tachicardia, tachypnea, orthopnea, berkeringat, cyanosis, hipoxia. Hal ini dikarenakan karena klien telah dirawat hari ke-4 dan telah dilakukan beberapa tindakan baik medik atau keperawatan untuk mengatasi masalah yang ada di pasien sehingga tanda dan gejala sudah teratasi. Sedangkan tanda dan gejala yang ditemukan pada pasien tetapi tidak ditemukan di teori: pusing dan suhu fibris. Hal ini dimungkinkan karena sudah terjadi komplikasi ditandai dengan hasil photo thorax yang menunjukkan paracardial kiri agak suram : Bronchopneumonia, dan dari hasil lab tanggal 2/8/05 menunjukkan leukosit yang menurun : 3.700 /uL.

B.     Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang ada pada teori tidak semua terdapat pada pasien, diagnosa yang ada pada pasien yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d produksi mukus yang berlebih, hipertermi b.d proses penyakit, resiko tinggi ketidakefektifan pola napas b.d bronkospasme, resiko tinggi infeksi b.d bersihan jalan tidak efektif. Dari keempat masalah tersebut, 3 diantaranya terdapat pada teori sedangkan satu diagnosa yaitu hipertermi b.d proses penyakit muncul pada pasien karena tanda dan gejala yang ada pada pasien memungkinkan untuk diangkat diagnosa tersebut. Pasien mengalami hipertermi karena adanya infeksi yang merupakan komplikasi dari penyakitnya.

C.    Perencanaan
Perencanaan yang disusun pada kasus disesuaikan dengan tingkat perubahan patologis yang terjadi pada pasien. Penekanan ditujukan pada masalah ketidakefektifan bersihan jalan napas karena masalah tersebut dapat mengancam keselamatan pasien, karena bila bersihan jalan napas tidak efektif akan menimbulkan kekurangan O2 dalam tubuh dan akan menyebabkan kematian. Tanpa mengabaikan masalah lain yang ada pada pasien, perencanaan lebih disusun sedemikian rupa agar dapat mengatasi masalah yang ada pada pasien.

D.    Implementasi
Implementasi dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah disusun diantaranya: mengobservasi TTV, mengkaji pernapasan, suara napas, mengkaji karakteristik sputum, warna, jumlah dan konsistensi, memberikan posisi semifowler, mengajarkan latihan napas dalam dan batuk efektif, memberikan terapi sesuai instruksi medik.

E.     Evaluasi
Pada evaluasi terdapat 2 masalah yang sudah teratasi yaitu resiko tinggi ketidakefektifan pola napas b.d bronkospasme, resiko tinggi infeksi b.d bersihan jalan napas tidak efektif, sedangkan 2 masalah yang belum teratasi adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d produksi mukus yang berlebih, karena keluhan batuk masih ada, batuk efektif, sputum warna putih, dan masalah hipertermi b.d proses penyakit, karena suhu masih sub fibris, keluhan pusing masih ada dan klien masih mendapat paracetamol rutin.






BAB V
KESIMPULAN


Asma Bronkiale adalah penyakit jalan napas yang bersifat reversible, dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif dalam stimuli tertentu yang menyebabkan bronkospasme sehingga pasien akan mengalami sesak napas, batuk, mengi, penyebabnya antara lain : debu, bulu binatang, serbuk-serbuk, spora, jamur, makanan, infeksi iritan, cuaca, emosi, dan merupakan penyakit kambuhan.
Pada pasien asma yang diderita sudah sejak lama, penyebab yang memungkinkan asma pasien kambuh adalah debu, es, capek. Namun saat pasien masuk RS, penyebab asmanya adalah debu. Karena setiap hari pasien bekerja jauh dan naik angkutan umum yang memungkinkan banyak debu yang terhirup. Pasien masuk RS karena sejak 1 minggu yang lalu panas, sesak, batuk, dengan sputum. Sampai saat ini pasien kooperatif terhadap perawatan yang dilakukan.
Setelah melihat teori dan kasus yang ada di lapangan, kita sebagai perawat mempunyai peran sangat penting terutama dalam memberikan penyuluhan kepada pasien tentang penyakit asma, penyebabnya, tanda dan gejala, dan cara menghindari alergen yang menyebabkan asma, pertolongan pertama bila kambuh kembali, obat-obatan dan kontrol teratur ke dokter, karena asma menimbulkan sesak napas dan bila tidak segera ditangani bisa kambuh. Pasien akan kekurangan O2 cukup lama maka akan terjadi cyanosis, hipoxia dan akhirnya kematian.











DAFTAR PUSTAKA


Brunner and Suddarth (2002). Textbook of Medical Surgical Nursing. Alih bahasa : dr. H.Y. Kuncoro. (2002). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol. 1, Jakarta : EGC.

Black, Joyce M. (1997). Medical Surgical Nursing, Clinical Management for Continuity of Care. Fifth Edition. W.B. Saunders Company

Brooker, Christine. (1996). The Nurse’s Pocket Dictionary. 31/E. Alih bahasa: dr. Andry Hartono, D.A. Nutr. (1997). Kamus Sakut Keperawatan. Edisi 31. Jakarta : EGC.

Doengoes, E. Marilynn. (1993). Nursing Care Plans, Guidelines for Planning and Documenting Patient Care. Alih bahasa : I Made Kariasa, SKp, (1993). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.

Guyton and Hall. (1996). Textbook of Medical Physiology. Alih bahasa : dr. Irawati Setiawan. (1996). Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC.

Harjasaputra Purwanto (2002). Daftar Obat di Indonesia. Edisi 10. Jakarta : Grafidian Medipress.

Junadi, Purnawan Atiek (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta : FKUI.

Lewis, Sharon Mantik. (2000). Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of Clinical Problems. Fifth Edition. Missouri : Mosby Inc.

Luckman and Sorensen’s (1993). Medical Surgical Nursing : A Psychophysiologic Approach. Fourth edition. Washington : W.B. Saunders Company.

Sylvia, A. Price (1992). Pathophysiologi : Clinical Concepts of Disease Process. Alih bahasa : Peter Anugerah (1994). Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta : EGC.

Yesaya, Suwandi. (2004). Asma Menyerang Berbagai Umur. http://www.vision. net.id/detail.php?id=1652.