BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam
kehidupan manusia kesehatan merupakan hal yang sangat penting, apabila dalam
era globalisasi saat ini dimana lingkungan tidak lagi bersih, udara yang kita
hidup tiap saat banyak sekali mengandung polutan yang berbahaya bagi kesehatan.
Meningkatnya gaya hidup dan perilaku manusia. Juga mempengaruhi kesehatan
manusia, misalnya: merokok yang tanpa disadari telah memasukkan begitu banyak
racun ke dalam tubuh kita.
Salah
satu akibat dari lingkungan yang tidak bersih terutama udara yang tercemar
adalah munculnya berbagai penyakit pernapasan diantaranya adalah Asma, walaupun
secara langsung udara yang tercemar bukan penyebab Asma, tetapi udara yang
tercemar merupakan alergen yang menyebabkan serangan asma karena kebanyakan alergen
terdapat di udara dan musiman.
Asma
adalah penyakit jalan napas obstruksi intermiten, reversible dimana trakea dan
bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu. (Brunner
and Suddarth, 2002, hal. 611). Asma dapat terjadi pada sembarang golongan usia.
Sekitar setengah dari kasus terjadi pada anak-anak dan sepertiga lainnya
terjadi sebelum usia 40 tahun. Dalam sebuah survey di Inggris yang melibatkan
2000 orang, 68% mengira asma adalah kondisi yang paling umum terjadi di bawah usia
12 tahun, tetapi kenyataannya 40% penderita mengalami masalah setelah umur 18
tahun. Tetapi kebanyakan orang dalam kelompok usia di atas 50 tahun mampu
menahan bunyi dan sesak nafas karena kenyataan faktor usia.
(http:/www.vision.netid/detail php? Id=1652). Hampir 17% dari semua rakyat
Amerika mengalami Asma dalam suatu kurun waktu tertentu dalam kehidupan mereka.
Di
Indonesia belum ada penyelidikan yang menyeluruh. Di poliklinik sub bagian paru
FKUI/RSCM Jakarta, 50% kunjungan merupakan penyakit asma (Kompas, Januari
2004). Penyakit asma sebenarnya merupakan penyakit yang dapat dicegah.
Penanggulangan asma sekarang ini lebih dititikberatkan untuk mencegah
terjadinya serangan asma dan diupayakan agar penderita asma dapat melakukan
aktivitas seperti biasanya.
Untuk
itu kita sebagai perawat hendaknya memberikan asuhan keperawatan untuk mencapai
kesehatan pasien yang optimal antara lain penyuluhan kepada penderita asma dan
keluarga tentang pentingnya menghindari faktor penyebab asma seperti stress,
debu, rokok, alergi, aktivitas yang berlebih. Pentingnya gizi yang baik, cukup
istirahat, olahraga ringan secara teratur dan rutin kontrol ke dokter.
B. Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui dan memahami penyakit Asma Bronkiale, tanda
dan gejala yang timbul pada pasien.
2.
Memperoleh pengalaman nyata dalam merawat pasien dengan
asma bronkiale sehingga dapat menerapkan konsep dasar klinis dan keperawatan
yang diperoleh di perkuliahan.
3.
Memperoleh gambaran nyata tentang pelaksanaan asuhan
keperawatan langsung di lapangan.
C. Metode Penulisan
Adapun metode penulisan makalah yang digunakan :
1.
Studi kepustakaan dengan mengambil beberapa literatur
yang berhubungan dengan Asma Bronkiale.
2.
Pengamatan langsung di unit Carolus yang meliputi
pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
3.
Wawancara dengan pasien.
D. Sistematika Penulisan
Sistematika
penulisan makalah ini diawali dengan Bab I pendahuluan yang berisi tentang
latar belakang, tujuan, metode dan sistematika penulisan. Dilanjutkan Bab II
tinjauan teoritis yang berisi tentang konsep dasar medik dan konsep dasar
keperawatan. Konsep dasar medik berisi tentang definisi, anatomi fisiologi,
etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, test diagnostik, pengelolaan medik
dan komplikasi. Konsep dasar keperawatan berisi tentang pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan dan perencanaan pulang. Bab III berisi tentang
pengamatan kasus, yang meliputi analisa data, diagnosa keperawatan, perencanaan
keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi. Bab IV pembahasan kasus, dilanjutkan Bab
V tentang kesimpulan dan diakhiri dengan daftar pustaka.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep
Dasar Medik
- Definisi
-
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermiten,
reversible dimana trakea dan bronkus berespon dalam secara hiperaktif terhadap
stimuli tertentu, dan dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang
mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi.
(Brunner & Suddarth, Edisi 8, Vol. 1, 2001. Hal. 611).
-
Asma adalah suatu penyakit jalan napas yang ditandai
oleh periode bronkospasme, merupakan penyakit kompleks yang meliputi biokimia,
imunologi, endokrin, infeksi, autoimun dan faktor psikologi. (Luckman and
Sorensen’s, 1993, Hal. 1021).
-
Asma adalah suatu penyakit peradangan kronik pada jalan
napas yang mana peradangan ini menyebabkan perubahan derajat obstruksi pada
jalan napas dan menyebabkan kekambuhan. (Lewis, 2000, hal. 660).
-
Asma adalah keadaan klinis yang ditandai oleh masa
penyempitan bronkus yang reversibel. (Sylvia A. Price, 1995, hal. 149).
Jenis-jenis Asthma :
a.
Asthma alergik
Yaitu asthma yang disebabkan oleh alergen, misalnya:
serbuk sari binatang, marah, makanan dan jamur. Biasanya mempunyai riwayat
keluarga yang alergen dan riwayat medis masa lalu, iskemia dan rhinita alergik.
b.
Asthma idiopatik atau non alergik
Yaitu tidak berhubungan dengan alergen spesifik,
faktor-faktor seperti common vold, infeksi traktus respiratorius, latihan,
emosi dan lingkungan pencetus serangan. Serangan menjadi lebih berat dan dapat
berkembang menjadi bronkitis kronis dan empisema.
c.
Asthma gabungan
Yaitu bentuk asthma yang paling umum, mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau non alergik.
Klasifikasi Asthma:
a.
Mid Intermiten
Yaitu kurang dari 2 kali seminggu dan hanya dalam
waktu yang pendek; tanpa gejala, diantara serangan-serangan pada waktu malam
kurang dari 2 kali sebulan. Fungsi paru-paru FEV dan PEF diperkirakan lebih
dari 80%.
b.
Mid Persistent
Yaitu serangan lebih ringan tetapi tidak setiap
hari, serangan pada waktu malam timbul lebih dari 2 kali sebulan.
Fungsi paru-paru FEV atau PEF diperkirakan sebesar
80%.
c.
Moderat Persistent
Yaitu serangan timbul setiap hari dan memerlukan
penggunaan bronkodilator serangan timbul 2 kali atau lebih dalam seminggu dan
pada waktu malam timbul gejala berat setiap minggu. Fungsi paru-paru FEV atau
PEF diperkirakan 60-80%.
d.
Severe Persistent
Yaitu gejala muncul terus menerus dengan aktivitas
yang terbatas, peningkatan frekuensi serangan dan peningkatan frekuensi gejala
pada waktu malam.
Asma adalah suatu proses inflamasi kronik yang
menghasilkan edema mukus, sekresi mukus dan inflamasi. Obstruksi dapat disebabkan
oleh beberapa hal berikut ini yaitu kontraksi otot-otot yang mengelilingi
bronki menyempitkan jalan napas, pembengkakan membran yang melapisi bronki,
pengisian bronki dengan mukus yang kental. Beberapa individu dengan asma
mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan. Bila zat-zat alergen
memasuki paru-paru sehingga merangsang antibodi yang dihasilkan (IgE) menyerang
sel-sel mast dalam paru sehingga menyebabkan pelepasan produk-produk sel-sel
mast seperti histamin, bradikinin dan prostaglandin serta anafilaksis dari
substansi yang bereaksi lambat (SRS.A). Pelepasan mediator ini dalam jaringan
paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas sehingga menyebabkan
bronkospasme, pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Otot bronkial di atur oleh impuls saraf
vagal melalui sistem parasimpatik ketika saraf pada jalan napas dirangsang oleh
faktor seperti infeksi, latihan, dingin, merokok, dan emosi sehingga jumlah
asetilkolin yang dilepaskan meningkat dan menyebabkan bronkokonstriksi yang
merangsang pembentukan mediator kimiawi. Selain itu reseptor alfa dan beta
adrenergik dari sistem saraf simpatik terletak dalam bronki, sehingga ketika
alfa adrenergik dirangsang terjadi bronkokonstriksi dan bronkodilatasi terjadi
ketika reseptor beta adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara alpha dan
beta adrenergik dikendalikan oleh siklik adenosin monophospat (c AMP).
Stimulasi reseptor alfa mengakibatkan penurunan c AMP, yang mengarah pada
peningkatan mediator kimia yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi.
Stimulasi reseptor beta mengakibatkan peningkatan tingkat c AMP yang menghambat
pelepasan mediator kimia yang menyebabkan bronkodilatasi. Penyekatan beta
adrenergik terjadi pada penderita asma, akibatnya osmotik rentan terhadap
peningkatan pelepasan mediator kimia dan konstriksi otot polos.
- Tanda dan
Gejala
-
Batuk produktif
-
Wheezing
-
Dispnea
-
Mengi
-
Ekspirasi memanjang
-
Barrel chest (dada tong)
-
Orthopnea
-
Berkeringat
-
Tachypnea
-
Tachycardia.
- Test
Diagnostik
-
Rontgen thorax
Pada fase akut menunjukkan hiperinflasi dan
pendataran diafragma.
-
Pemeriksaan darah
IgE meningkat terutama pada asma alergik.
-
Sputum
-
AGD
Menunjukkan hipoxia selama serangan akut, PCO2
yang rendah.
-
Fungsi paru
PEV dan FVC sangat menurun.
- Komplikasi
a.
Status asmatiks : asma yang berat dan persistent yang
tidak berespon terhadap terapi konvensional.
b.
Pneumonia : proses inflamasi parenkim paru yang umumnya
disebabkan oleh agens infeksius.
c.
Atelektasis
d.
Obstruksi jalan nafas
e.
Faktor iga.
- Therapi/Pengelolaan
Medik
-
Agenis Beta : untuk mendilatasi otot-otot polos
bronkial dan meningkatkan gerakan sililaris. Contoh obat : epinefrin,
albutenol, meta profenid, iso proterenoli isoetharine, dan terbutalin. Obat-obat
ini biasa digunakan secara parenteral dan inhalasi.
-
Metil salin untuk bronkodilatasi, merilekskan otot-otot
polos, dan meningkatkan gerakan mukus dalam jalan nafas. Contoh obat:
aminophyllin, teophyllin, diberikan secara IV dan oral.
-
Antikolinergik, contoh obat : atropin, efeknya :
bronkodilator, diberikan secara inhalasi.
-
Kortikosteroid, untuk mengurangi inflamasi dan
bronkokonstriktor. Contoh obat: hidrokortison, dexamethason, prednison, dapat
diberikan secara oral dan IV.
-
Inhibitor sel mast, contoh obat: natrium kromalin, diberikan melalui inhalasi
untuk bronkodilator dan mengurangi inflamasi jalan nafas.
-
Oksigen, terapi diberikan untuk mempertahankan PO2
pada tingkat 55 mmHg.
-
Fisioterapi dada, teknik pernapasan dilakukan untuk
mengontrol dispnea dan batuk efektif untuk meningkatkan bersihan jalan nafas,
perkusi dan postural drainage dilakukan hanya pada pasien dengan produksi
sputum yang banyak.
B. Konsep
Dasar Keperawatan
- Pengkajian
a.
Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
-
Riwayat keluarga asma dan alergi.
-
Baru saja mengalami ISPA atau sinusitis.
-
Riwayat alergi
-
Riwayat obat-obat yang biasa digunakan.
b.
Pola nutrisi metabolik
-
Mengeluh mual dan tidak nafsu makan karena distress
pernapasan.
-
Tidak mau makan selama serangan.
c.
Pola aktivitas dan latihan
-
Sesak, batuk produktif dengan sputum kuning atau hijau.
-
Ortopnea.
d.
Pola tidur dan istirahat
-
Kurang tidur karena sesak
-
Insomnia.
e.
Pola persepsi kognitif
-
Klien mampu mengungkapkan strategi mengatasi serangan
akut tapi tidak mampu menggunakan efektif selama serangan (panik).
f.
Pola persepsi dan konsep diri
-
Merasa sebagai orang yang lemah atau sakit-sakitan,
perubahan body image.
g.
Pola hubungan dengan sesama
-
Mengeluh karena serangan dicetuskan oleh orang-orang
sekitar, seperti : asap, rokok.
h.
Pola koping dan toleransi terhadap stress.
-
Cemas, marah, putus asa.
- Diagnosa
Keperawatan
a.
Ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d batuk-batuk
efektif, produksi mukus berlebih.
b.
Ketidakefektifan pola napas b.d bronkospasme, produksi
mukus.
c.
Gangguan pertukaran gas b.d ventilasi/perfusi tidak
memadai.
d.
Intoleransi beraktivitas b.d sesak nafas.
e.
Kecemasan b.d kesulitan bernafas.
f.
Resiko tinggi terhadap infeksi b.d berkurangnya fungsi
paru, ketidakefektifan bersihan jalan napas, penggunaan terapi kortikosteroid.
- Perencanaan
Keperawatan
a.
DP1. Ketidakefektifan
bersihan jalan napas b.d batuk tidak efektif, produksi mukus berlebih.
HYD: Mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi napas bersih.
Intervensi :
-
Auskultasi dan catat bunyi napas, misal: ronchi,
wheezing dan crackles.
Rasional : untuk
mengetahui adanya obstruksi jalan napas.
-
Kaji karakteristik batuk dan sputum.
Rasional : menentukan
jenis tindakan yang akan dilakukan.
-
Berikan pasien posisi yang nyaman.
Rasional : peninggian
kepala tempat tidur, mempermudah batuk dan mengeluarkan sekret.
-
Pertahankan polusi udara seminimal mungkin, mis: debu,
asap, dan lain-lain.
Rasional : mengurangi
faktor pencetus serangan.
-
Dorong dan ajarkan napas dalam dan batuk efektif.
Rasional : mempermudah
mengeluarkan sekret dan memberikan cara untuk mengatasi dispnea.
-
Kolaborasi untuk pemberian bronkodilator.
Rasional : merilekskan
otot-otot pernapasan dan menurunkan kongesti lokal, menurunkan spasme jalan
napas dan produksi sekret.
b.
DP2. Pola nafas
tidak efektif b.d sumbatan jalan napas, cepat, lemah.
HYD: Pola nafas kembali normal 12-20 kali/menit
Intervensi :
-
Kaji dan catat pola dan frekuensi pernapasan.
Rasional : mengidentifikasi
perubahan pola napas.
-
Berikan posisi semifowler.
Rasional : meningkatkan
ekspansi paru.
-
Anjurkan dan ajarkan teknik batuk efektif dan napas
efektif.
Rasional : membantu
pasien kembali ke pola napas normal.
-
Kolaborasi untuk pemberian oksigen.
Rasional : untuk
merilekskan otot-otot saluran napas.
c.
DP3. Gangguan
pertukaran gas b.d ventilasi/perfusi tidak memadai.
HYD: Menunjukkan
perbaikan ventilasi dan oksigenisasi ke jaringan adekuat dengan GDA dalam batas
normal dan bebas dari gejala distres pernapasan.
Intervensi :
-
Kaji frekuensi dan kedalaman pernapasan.
Rasional : untuk
evaluasi terhadap distres pernapasan.
-
Auskultasi bunyi napas.
Rasional : untuk
mengetahui penurunan aliran udara.
-
Awasi tingkat kesadaran dan status mental.
Rasional : gelisah
dan ansietas merupakan gejala umum hipoxia.
-
Anjurkan untuk mengeluarkan sekret, k/p gunakan alat penghisap.
Rasional : mencegah
sumbatan jalan napas.
-
Kolaborasi untuk pemberian oksigen.
Rasional : untuk
memenuhi kebutuhan oksigen tubuh dan mencegah hipoxia.
d.
DP4. Intoleransi
beraktivitas b.d sesak nafas.
HYD: Klien mampu
menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas.
Intervensi :
-
Kaji kemampuan aktivitas pasien.
Rasional : menetapkana
kemampuan/kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
-
Berikan lingkungan yang tenang.
Rasional : menurunkan
stress dan rangsang berlebih.
-
Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan.
Rasional : menurunkan
laju metabolik, menghemat energi untuk penyembuhan.
-
Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional : meminimalkan
kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan O2.
e.
DP5. Kecemasan
b.d kesulitan bernafas.
HYD: - Kecemasan berkurang sampai
hilang.
- Ekspirasi wajah
rileks.
Intervensi :
-
Kaji tingkat kecemasan.
Rasional : menentukan
intervensi berikutnya.
-
Dampingi pasien saat serangan.
Rasional : mengurangi
kecemasan
-
Jelaskan obat-obat yang diberikan ke pasien.
Rasional : memungkinkan
penyebab kecemasan.
f.
DP6. Resiko
tinggi terhadap infeksi b.d berkurangnya fungsi paru, ketidakefektifan bersihan
jalan napas, penggunaan terapi kortikosteroid.
HYD: Tidak terjadi infeksi ditandai dengan
-
Suhu : 36-37 oC
-
Leukosit dalam batas normal
-
Sputum bersih, warna putih.
Intervensi :
-
Observasi TTV (TD, N, S, P) dan tanda-tanda infeksi.
Rasional : peningkatan
suhu menandakan terjadi proses infeksi.
-
Kaji karakteristik sputum, warna, jumlah dan
konsistensi.
Rasional : indikator
adanya infeksi.
-
Monitor suara napas.
Rasional : indikator
penumpukan sputum.
-
Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.
Rasional : mengobati
infeksi.
- Discharge
Planning
-
Ajarkan pasien tentang dosis, waktu minum obat secara
teratur.
-
Anjurkan untuk menghindari kontak dengan zat-zat
alergen.
-
Ajarkan pasien untuk menggunakan inhalasi spray.
-
Ajarkan pasien dan keluarga untuk memberikan
pertolongan pertama saat serangan.
-
Ajarkan pasien untuk napas dan batuk efektif.
BAB III
PENGAMATAN KASUS
Pengamatan kasus dilakukan pada Ny. S, umur 45
tahun, agama Islam, masuk RS Sint Carolus, unit Carolus kamar 301-1 pada
tanggal 01-08-2005 melalui UGD RS Sint Carolus dengan diagnosa medik Cefalgia +
Asma Bronkiale. Klien mengatakan sejak 1 minggu yang lalu badannya panas, batuk
berdahak dan sesak, mengeluh mual tidak ada muntah, pusing dan nyeri di dada,
lalu pasien dibawa ke UGD dan oleh dokter jaga dianjurkan untuk dirawat di UGD.
Klien mendapat Combivent 1 amp dan Pulmicort 1 amp nebulizer.
Pada saat pengkajian klien dirawat hari ke-4,
keadaan umum tampak sakit ringan, kesadaran composmentis, terpasang infus RL 8
jam/kolf (16 tetes/menit) di tangan sebelah kanan, mobilisasi jalan, kebutuhan
dibantu sebagian, observasi TTV : TD. 110/70 mmHg, S. 37,1oC, N. 80
x/menit, HR. 80 x/menit. Klien mengatakan batuk masih ada, sputum bisa keluarkan,
sesak kadang-kadang, pusing masih ada, mual dan nyeri dada sudah tidak ada,
klien mampu menghabiskan 1 p roti.
Pada pemeriksaan laboratorium tanggal 02/08/2005
menunjukkan hasil : Hb : 14,0 g/dl, Ht: 42%, L: 3.700/uL, Trombosit :
230.000/uL, Trigliserida : 158, Kolesterol total : 208 mg/dL, HDL Kolesterol :
39 mg/dL, LDL Kolesterol: 15,1 mg/dl, Salmonella Typhi H : (-), Salmonella
Typhi O : (-).
Hasil photo thorax : -
Paracardial kiri agak suram : Bronkopneumonia
-
Paru kanan baik, cor sedikit membesar, CT ratio > 0,5
-
Sinus-sinus dan diafragma baik.
Klien sudah mendapat obat
oral :
-
Godicym 1x 400 mg
-
Impepsa 3x15 cc
-
Paracetamol 3x1 tab
-
Pumpitor 2x1 tab
-
Kapsul campur berisi : Codein
10 mg
Xyzal ½
Theopilin.
Obat IV : Bifotik 2x1 drip
dalam 100 cc NaCl.
Masalah yang ditemukan
pada klien adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas, hipertermi, resiko
tinggi ketidakefektifan pola napas, resiko tinggi infeksi. Telah dilakukan
beberapa tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah tersebut diantaranya :
mengobservasi TTV, mengkaji pernapasan, suara napas, mengkaji karakteristik
sputum, warna, jumlah dan konsistensi, memberikan posisi semifowler,
mengajarkan latihan napas dalam dan batuk efektif, memberikan terapi sesuai
instruksi medik.
Pada evaluasi, terdapat
masalah yang belum teratasi yaitu ketidak-efektifan bersihan jalan napas,
karena klien masih mengeluh batuk, batuk efektif, sputum warna putih, dan
masalah hipertermi. Sedangkan 2 masalah yaitu resiko tinggi ketidakefektifan
pola napas dan resiko tinggi infeksi tidak terjadi. Sampai akhir pengamatan
semua tindakan pemberian asuhan keperawatan pada pasien masih dilanjutkan oleh
perawat ruangan.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Setelah dilakukan pengamatan langsung di unit
Carolus pada Ny. S dengan Asma Bronkiale bila dibandingkan dengan teori yang
didapat dari literatur dan pelajaran yang didapat di bangku kuliah, maka
penulis menemukan ada persamaan dan perbedaan dengan pasien yang dikaji.
A. Pengkajian
Dari
pengkajian tanda dan gejala yang ada pada teori adalah : batuk produktif,
dyspnea, mengi, wheezing, ekspirasi memanjang, tachicardia, tachypnea,
orthopnea, berkeringat cyanosis hipoxia. Sedangkan tanda dan gejala yang
ditemukan pada pasien : batuk produktif, sesak kadang-kadang, pusing, suhu
subfibris. Tanda dan gejala yang ada di teori tetapi tidak ada di pasien adalah
: mengi, wheezing, ekspirasi memanjang, tachicardia, tachypnea, orthopnea,
berkeringat, cyanosis, hipoxia. Hal ini dikarenakan karena klien telah dirawat
hari ke-4 dan telah dilakukan beberapa tindakan baik medik atau keperawatan
untuk mengatasi masalah yang ada di pasien sehingga tanda dan gejala sudah
teratasi. Sedangkan tanda dan gejala yang ditemukan pada pasien tetapi tidak
ditemukan di teori: pusing dan suhu fibris. Hal ini dimungkinkan karena sudah
terjadi komplikasi ditandai dengan hasil photo thorax yang menunjukkan
paracardial kiri agak suram : Bronchopneumonia, dan dari hasil lab tanggal
2/8/05 menunjukkan leukosit yang menurun : 3.700 /uL.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
yang ada pada teori tidak semua terdapat pada pasien, diagnosa yang ada pada
pasien yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d produksi mukus yang
berlebih, hipertermi b.d proses penyakit, resiko tinggi ketidakefektifan pola
napas b.d bronkospasme, resiko tinggi infeksi b.d bersihan jalan tidak efektif.
Dari keempat masalah tersebut, 3 diantaranya terdapat pada teori sedangkan satu
diagnosa yaitu hipertermi b.d proses penyakit muncul pada pasien karena tanda
dan gejala yang ada pada pasien memungkinkan untuk diangkat diagnosa tersebut.
Pasien mengalami hipertermi karena adanya infeksi yang merupakan komplikasi
dari penyakitnya.
C. Perencanaan
Perencanaan
yang disusun pada kasus disesuaikan dengan tingkat perubahan patologis yang
terjadi pada pasien. Penekanan ditujukan pada masalah ketidakefektifan bersihan
jalan napas karena masalah tersebut dapat mengancam keselamatan pasien, karena
bila bersihan jalan napas tidak efektif akan menimbulkan kekurangan O2
dalam tubuh dan akan menyebabkan kematian. Tanpa mengabaikan masalah lain yang
ada pada pasien, perencanaan lebih disusun sedemikian rupa agar dapat mengatasi
masalah yang ada pada pasien.
D. Implementasi
Implementasi
dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah disusun diantaranya: mengobservasi
TTV, mengkaji pernapasan, suara napas, mengkaji karakteristik sputum, warna,
jumlah dan konsistensi, memberikan posisi semifowler, mengajarkan latihan napas
dalam dan batuk efektif, memberikan terapi sesuai instruksi medik.
E. Evaluasi
Pada
evaluasi terdapat 2 masalah yang sudah teratasi yaitu resiko tinggi
ketidakefektifan pola napas b.d bronkospasme, resiko tinggi infeksi b.d
bersihan jalan napas tidak efektif, sedangkan 2 masalah yang belum teratasi
adalah ketidakefektifan bersihan jalan napas b.d produksi mukus yang berlebih,
karena keluhan batuk masih ada, batuk efektif, sputum warna putih, dan masalah
hipertermi b.d proses penyakit, karena suhu masih sub fibris, keluhan pusing
masih ada dan klien masih mendapat paracetamol rutin.
BAB V
KESIMPULAN
Asma Bronkiale adalah penyakit jalan napas yang
bersifat reversible, dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif dalam
stimuli tertentu yang menyebabkan bronkospasme sehingga pasien akan mengalami
sesak napas, batuk, mengi, penyebabnya antara lain : debu, bulu binatang,
serbuk-serbuk, spora, jamur, makanan, infeksi iritan, cuaca, emosi, dan
merupakan penyakit kambuhan.
Pada pasien asma yang diderita sudah sejak lama,
penyebab yang memungkinkan asma pasien kambuh adalah debu, es, capek. Namun saat
pasien masuk RS, penyebab asmanya adalah debu. Karena setiap hari pasien
bekerja jauh dan naik angkutan umum yang memungkinkan banyak debu yang
terhirup. Pasien masuk RS karena sejak 1 minggu yang lalu panas, sesak, batuk,
dengan sputum. Sampai saat ini pasien kooperatif terhadap perawatan yang
dilakukan.
Setelah melihat teori dan kasus yang ada di
lapangan, kita sebagai perawat mempunyai peran sangat penting terutama dalam
memberikan penyuluhan kepada pasien tentang penyakit asma, penyebabnya, tanda
dan gejala, dan cara menghindari alergen yang menyebabkan asma, pertolongan
pertama bila kambuh kembali, obat-obatan dan kontrol teratur ke dokter, karena
asma menimbulkan sesak napas dan bila tidak segera ditangani bisa kambuh.
Pasien akan kekurangan O2 cukup lama maka akan terjadi cyanosis,
hipoxia dan akhirnya kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth (2002). Textbook of Medical Surgical
Nursing. Alih bahasa : dr. H.Y. Kuncoro. (2002). Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8. Vol. 1, Jakarta : EGC.
Black, Joyce M. (1997). Medical Surgical Nursing, Clinical
Management for Continuity of Care. Fifth Edition. W.B. Saunders Company
Brooker, Christine. (1996). The Nurse’s Pocket Dictionary.
31/E. Alih bahasa: dr. Andry Hartono, D.A. Nutr. (1997). Kamus Sakut
Keperawatan. Edisi 31. Jakarta : EGC.
Doengoes, E. Marilynn. (1993). Nursing Care Plans,
Guidelines for Planning and Documenting Patient Care. Alih bahasa : I Made
Kariasa, SKp, (1993). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Guyton and Hall. (1996).
Textbook of Medical Physiology.
Alih bahasa : dr. Irawati Setiawan. (1996). Fisiologi Kedokteran. Jakarta :
EGC.
Harjasaputra Purwanto (2002). Daftar Obat di Indonesia.
Edisi 10. Jakarta : Grafidian Medipress.
Junadi, Purnawan Atiek (2000). Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi 3. Jakarta : FKUI.
Lewis, Sharon Mantik. (2000). Medical Surgical Nursing :
Assessment and Management of Clinical Problems. Fifth Edition. Missouri :
Mosby Inc.
Luckman and Sorensen’s (1993). Medical Surgical Nursing :
A Psychophysiologic Approach. Fourth edition. Washington : W.B. Saunders
Company.
Sylvia, A. Price (1992). Pathophysiologi : Clinical
Concepts of Disease Process. Alih bahasa : Peter Anugerah (1994).
Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Yesaya, Suwandi. (2004). Asma Menyerang Berbagai Umur.
http://www.vision. net.id/detail.php?id=1652.